LETANGMEDIA

KERESAHAN MEMPERSATUKAN BERHARAP TIDAK MENJADI URUTAN PERTAMA


 KERESAHAN MEMPERSATUKAN
BERHARAP TIDAK MENJADI URUTAN PERTAMA




MEDIAFELIKSPEDIA.COM-Akhir-akhir ini baik media soal, media cetak dan  media elektronik tidak kurang mempublikasikasn berbagai macam kasus yang terjadi di tanah air.  Mulai dari kasus kekerasan yang menimpa anak dibawah umur, kekerasan dalam rumah tangga, sampai pada isu SARA. Isu sara dianggap sebagai kekerasan non verbal. Pasalnya hal ini sanggat mengangu psikis dan kenyaman setiap orang. Isu SARA yang semakin momok mengundang kegaduhan dan mengagangu stabilitas publik, ketentraman  antar keluarga dan toleransi publik. Dari berbagai kasus kekerasan yang terjadi, keluarga dalam kapasitas sebagai rumah tangga mempunyai peranan penting dalam menciptakan situasi kehidupan yang tenang, solid dan harmonis, yang pertama-tama dibangun dan digalakan antar anggota keluarga. Dari keluarga, situasi yang harmonis itu berkembang ke masyarakat. Semua anggota keluarga mengeyamkan prinsip ini, maka situasi social akan menjadi nyaman. Sebab yang ada dalam lingkungan sosial tersebut adalah orang-orang yang berasal dari keluarga  yang membina hubungan toleransi dan kaya dengan nilai-nilai humanitas.
            Iklim keluarga dan lingkungan sosial adalah wadah untuk memutuskan rantai kekerasan yang medatangkan keresahan dalam diri setiap orang.  Peran keluarga (orang tua) selalu sangat dibutuhkan dalam menciptakan keamanan, kenyaman, dan kedamain masyarakat dengan membelajarkan anggota keluarga (anak-anak) akan nilai-nilai dan norma.  Konsep dan peran ini akan menjadi nyata jika situasi keluarga sangat kondusif, atau tidak ada cek-cok yang  berakhir pada  (tindakan) kekerasan. Kekerasan rumah tangga sangat menggangu iklim keluarga sebagai habitus alami dan dasar bagi  anak dan anggota keluargaitusendiri.


(Ilustrasi:m.medcom.id)

                  Kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) di Indonesia terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Data  Komnas Perempuan menunjukkan bahwa setiap tahun KDRT selalu meningkat, dari 8.315 kasus di tahun 2012, meningkat mencapai 11.719 pada tahun 2013 atau mengalami peningkatan 3.404 kasus (Sindonews.com),  akhir tahun 2014 komisi nasional anti kekerasan berhasil mencatat 293.22o kasus kekerasan terahadap perempuan, dan 68% dari kasus tersebut adalah kekerasan domestik dan rumah tangga (KDRT) dengan mayoritas korban ibu rumah tangga dan pelajar;  Bentuk-bentuk kekerasan meliputi penelantaran tanggung jawab, penganiayaan jasmani dan psikis, serta pernikahan paksa ataupun pernikahan dini (kompas. Com, 27/4/2015). Data lain yang dihimpun Pos Kupang menyebutkan, tahun 2015, Provinsi NTT masuk kategori darurat kekerasan terhadap anak, hal itu merujuk pada data dari 21.600 juta pelanggaran hak anak di Indonesia, 58 persen berupa kejahatan seksual.NTT masuk urutan kelima dari 34 provinsi yang menyimpan atau menjadi korban kekerasan yang dilakukan dalam tiga pendekatan, yakni agama, budaya dan kebiasan- kebiasaan lain. Menurut Arist, dari total jumlah penduduk NTT 5,6 juta jiwa itu, sebanyak 2,2 juta merupakan anak di bawah usia 18 tahun. Dan, dari jumlah itu, hampir 80 persen anak mengalami kekerasan. Lalu 68 persen remaja NTT ke luar derah menjadi pembantu rumah tangga bahkan menjadi korban perdagangan manusia untuk eksploitasi seksual komersial (Pos-Kupang.Com, Kamis, 12 Mei 2016).
Data serupa disampaikan oleh sekretaris deputi bidang perlindungan hak perempuan kementrian pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak Dra. Sunarti, M.Si bahwa Kasus kekerasan pada tahun terakhir mengalami peningkatan, tahun 2014 ada 103 KDRT dan 54 kasus kekerasan seksual; sedangkan tahun 2015  ada 124  KDRT dan 68 kasus kekerasan seksual, dan sekali lagi NTT masuk peringkat kelima (Pos Kupang, 22 November 2016).
Banyaknya kasus kekerasan yang dialami oleh keluarga harus menjadi keresan bersama dan menjadi tanggunjawab semua pihak untuk  memutusakan mata rantai dari kasus tersebut.  Dengan masuknya NTT pada urutan kelima kasus kekerasan dari 34 propinsi harus menjadi bahan evaluasi setiap pihak, baik keluarga maupun pemerintah. Keterlibatan setiap elemen ini dengan harapan untuk menekan meningkatnya kasus kekerasan tersebut. Menekan agar jumlah KDRT dalam setiap tahunnya terus menurun.                       
Satu karena keresahan
                  Tentunya kasus kekerasan tersebut yang berhasil dicatat oleh lembaga terkait dan bukan tidak mungkin masih ada kasus-kasus lain yang luput dari perhatian publik.  Kasus tersebut tidak hanya menjadi keresahan pelaku dan keluarga pelaku, tetepai menjadi keresahan bersama.  Situasi atau kasus dan isu yang menjadi virus  perusak keharmonisan dan persatuan keluarga, masyarakat dan negara harus menjadi keresahan bersama.  Dari semua kasus dan isu itu setiap  orang (masyarakat) harus  bersatu atau satu dalam menghadapi keresahan, satu dalam membebaskan diri  dari berbagai keresahan dan satu visi untuk menciptakan kebebasan bersama. Kebebasan yang positif, kebebasan yang menciptakan ketenangan, kerukunan dan keharmonisan. Itulah yang disebut satu kerena keresahan.


                  Satu karena keresahan tidak berarti bergotongroyong dalam menghancurkan pihak-pihak tertentu yang dipandang sebagai sumber munculnya tindakan kekerasan atau bukan mencemooh dan menjauh dari pelaku. Baik kekerasan verbal maupun nonverbel.  Sebaliknya, bergandengan tangan mencari solusi dengan cara yang bijaksana, tertib, dan memperhatikan kaidah-kaidah yang berlaku.
                  Menyatu karena keresahan diwudjudkan dalam  hidup keluarga, masyarakat dan negara. Hal itu sekurang-kurangnya dapat dilakukan dengan (1) menciptakan hidup rukun, damai dan harmonis tanpa tekanan dalam keluarga. Melihat dan merefleksikan akibat-akibat dari kasus kekerasan yang terjadi, layaknya harus menjadi referensi dalam menjalankan bahtera hidup; sehingga dengan demikian setiap orang secara sadar dan alamiah dibentuk untuk selalu condong kepada sikap dan tindakan yang baik. Sebab keluarga adalah locus dan habitus serta rahim terbentuk dan terciptanya kerukunan. Bila setiap keluarga menaburkan prinsip itu, maka masyarakat atau lingkungan menjadi aman, jika masyarakat aman, maka negara pasti sejahtera. Keluarga adalah telurnya negara. (2)  satu kerena kekeresan memutuskan  benang kekerasan. Ya, mengapa tidak? Setiap orang harus menjadi kesadaran dasar dalam hidupnya untuk menciptakan ketenangan umum. Dengan belajar dari kasus-kasus kekerasan yang terjadi, seharusnya setiap pribadi, setiap keluarga harus menjauhi hal-hal atau sikap-sikap sebab munculnya kekerasan.  Jika setiap orang terus belajar dan berjuang untuk membebaskan diri dari kekerasan, maka kasus-kasus kekerasan pun tidak terjadi. Kasus kekerasan tidak terjadi, situasi publik pasti aman. (3) Manfaat peluang membangun dari desa. Program membangun desa sekiranya dapat menekan angka kekerasan yang sering terjadi dalam rumah tangga yang disebabkan oleh tuntutan ekonomi. Program desa yang mengakomodir kebutuhan masayarakat mulai dari jalan raya, listrik, air minum bersih, perberdayaan masayarakat desa, pemasaran hasil usaha desa harus benar-benar dilaksanakan demi menyentuh dan membangkitkan daya cipta  dan kreativitas masyarakat. Sebab secara ekstrinsik dari semua undang-ungdang tentang pembangun desa salah satu tujuannya adalah menekan angka kekerasan, trasmigrai dan urbanisasi. Tinggal bagaimana kecekatan dan ketepatan pemerintah desa membaca kebutuhan dan potensi desa. Lebih khusus Permendes No 21 tahun 2015 Pasal 7a “mengutamakan kegiatan pembangunan melalui penyedian sarana dan prasarana untuk pemenuhan kebutahan desa. Lebih lanjut pada pasal 9a juga berbunyi “mengutamakan kegiatan pemberdayaan masyarakat, bantuan penyiapan infrastruktur untuk terselenggaranya kerja dan usaha warga atau masyarakat baik produksi, pemasaran serta pemenuhan kebutuhan atau akses kehidupan masyarakat desa.(FH

KERESAHAN MEMPERSATUKAN BERHARAP TIDAK MENJADI URUTAN PERTAMA  KERESAHAN MEMPERSATUKAN  BERHARAP TIDAK MENJADI URUTAN PERTAMA Reviewed by www.surya.com on Maret 07, 2020 Rating: 5

Tidak ada komentar:

VIEW

Diberdayakan oleh Blogger.