LETANGMEDIA

DISKUSI SPIRITUALITAS EKOLOGI

DISKUSI SPIRITUALITAS EKOLOGI[1]


Feliks Hatam


Akar Munculnya Diskusi Spiritualitas Ekologi






DIskusi spiritualitas ekologi sebagai langkah awal untuk melihat dan memahami dasar  persoalan ekologi dewasa ini. Persoalan ekologi (ecology problem)  menjadi salah satu masalah yang ramai dibicarakan akhir-akhir ini. Lantaran banyak persoalan ekologis yang mengancam keseimbangan antar setiap makhluk hidup .

Satiap waktu, begitu banyak pihak yang membicarakan  solusi dari persoalan tersebut, tetapi juga dalam waktu yang bersamaan begitu banyak aksi-aksi yang merosot kualitas ekologi. Dari sisi lain manusia mengharapakan kemajuan dari bernbagai bidang kehidupan  dan kekewatiran justru muncul dari harapan tersbut.Banyak wacana dan pertanyaan yang selalu muncul dalam hidup kita, seperti mempertanyakan perubahan musim, mempertanyakan bencana (banjir, longsor dan lain-lain) dan hal yang paling parah juga adalah menyalahkan orang lain bahkan menvonis orang lain sebagai sumber dari bencana itu. Longsor, banjir, kebakaran hutan, gunung meletus  hingga yang terdahsyat tsunami yang merenggut ribuan nyawa manusia, dari semua mala petaka ini sebagian orang memvonis bahwa bangsa ini dipinpin oleh sebuah rezim yang penuh dengan aura kesilan, berbagai mitos mistik tertuju pada tentang masa depan bangsa, padahal mereka tidak mempunyai hak sedikit pun untuk mendatangkan bencana itu.[2]

Kebingungan manusia saat alam menyerpa kehidupnya adalah memvonis pihak-pihak tertentu sebagai dalang dari setiap persaolan alam yang terjadi.Hingga akhirnya kini muncul beberapa alasan ilmiah untuk menjelaskan dinamika yang mendasari problem-problem utama zaman kita. Salah satunya adalah laporan Intergovermental Panel on Climate Change (IPCC) yang mengungkapkan bukti paling ilmiah soal pemanasan dan perubahan iklim global sebagai akibat dari meningkatnya emisi gas rumah kaca.Selain dari ulah tangan dan hasrat manusia yang tidak pernah puas secara lebih luas, semua itu merupakan residu peradaban yang tidak mampu direduksi oleh sistem yang kita kenal dengan industrialisasi dan modernism, dan situasi ini juga diperparah oleh puncak peradapan yang paling dramatis dan penuh resiko dan akhirnya membawa kita pada kekacauan (chaos) dan kebuasan (wildness)[3]. Chaos dan wildneesmerupakanpuncak refleksi manusai yang melahirkan kesadaran, kesadaran sebagai upaya rekonsiliasi ekologis. Rekonsiliasi ini pun sebagai respek dan upaya unuk membangun  keharmonisan kehidupan umat manusia dan alam semesta(tata kosmos). Akan tetapai semua kesadaran dan upaya menciptakan hubungan yang harmomis dengan alam harus didasari oleh nafas kedamain dan prinsip hidup serta  spirit keimanan,  seperti  di Amerika yang telah melakukan pengurangan penghasilan dan meninggalkan konsumerisme dami sebuah perinsip kesederhaan hidup.[4]Dunia akan semakin maju begitupun cara hidup manusia, namun prinsip hidup manusia yang tidak menghargai alam menjadi masalah besar yang harus dihadapi oleh lingkungan. Kesadaran semakin menipis, prinsip materialimes dan konsumerisme semakin memuncak, maka ekologi sebagai sumber dari semunya dianggap tidak ada apa-apanya.Pertanyaanya adalah apakah kemajuan teknologi sebagai akar kris spiritualitas ekologi ?.Karisma Karmel menjelaskan bahwa krisis ekologi sebenarnya bersumber dari ketidakpuasan manusia itu sendiri sementara kemajuan teknologi adalah bagian dari manusia yang berakal budi artinya  model teknokratis perkembangan se­benarnya adalah ekspresi  manusia sebagai makluk berakal budi dan bukannya dorongan alamiah yang tidak bisa kita elakkan dan  Perkembangan teknologi yang pesat membuat kita dapat mengubah alam dan mencapai kualitas hidup yang lebih baik[5]. Namun realitanya justru berbandung terbalik, hal ini dikarenakan cara berpikir manusia yang diracuni oleh pemikiran munusia itu sendiri, manusia tidak mampu mengenal dirinya, tidak mampu menguasa dirinya dari berbagai tawaran dunia.

Namun, apakah manusai sebagai salah satu dari sekian organisme di alam ini terus bersikap seperti itu?,  hidup mewah diatas tangisan alam yang mengharapakan sikap kepedulian mausia?. Dan sikap atau cara pandang seperti apa yang perlu kita tinggkatkan untuk mempertahankan serta meningkatkan rasa peduli dengan lingkungan?, atau spirit apa yang perlu kita tanam dalam diri kita?, dan apakah iman dan hidup sederhana masih relevan dan mempunyai sumbangan yang positif terhadap lingkungan ?.

Berbagai persolan ekologis itu membutuhkan gerakkan dasariah yang bertumbuh dalam kesadaran. Semangat itu disebut gerakkan spiritualitas.

Dalam bahasa latin spiritualitas disebut spritus yang berarti semangat, nafas hidup,  sikap, kesadaran dan keberanian yang bersumber pada roh dan jiwa; dan dalam arti yang sebenarnya spiritualitas adalah hidup berdasarkan roh.[6]Jadi spiritualitas adalah nafas yang menggerakan hidup sebagai hasil dari bimbingan Roh Allah yan trasenden. Sehingga dengan spirit Allah manusia dapat menjalankan roda kehidupan seturut dengan cita-cita Allah.sehinggaSpiritualitas orang kristen ialah Hidup manusia,dalam persatuan dengan Allah dengan perantaraan Yesus Kristus di bawah pengaruh Roh Kudus dan dalam konteks Gereja yang serentak diwujudnyatakan dalam hidup.

2.1.2.Pengertian ekologi

Dalam bahasa Inggris ekologi disebut ecology yang bersal dari bahasa yunani  oikos(tempat tinggal ) dan logos  (ilmu), sehingga ekologi adalah salah satu cabang dari ilmu bilogi yang mempelajari hubungan timbal-balik antara orgainisme-organisme dengan lingkungannya.[7] Dan menurut  Kamus lengkap biologi (Abercrombie, M. dkk”Penerj-Edtr”-Sutarmi,S. Dkk “tjhn”,1993:197)mengartikan ekologi (ecology) studi tentang hubungan organisme dengan lingkunganya, dilihat dari asal katanya ecology merupakan turunan dari bahasa yunani yaitu oikos yang berarti rumah atau tempat tinggal untuk hidup, berdasarkan arti diatas ekologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antar organisme dalam lingkungan dimana mereka tinggal dan Heuken. A. (1991: 278) mengartikan ekologi sebagai hubungan antar makluk-makluk hidup, lanjutnya tidak ada alam tampa lingkungan dan tidak ada makluk hidup tanpa alam. Sehingga secara singkat kita bisa mengatakan ekologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antar makluk hidup dengan lingkungannya.  Berpijak dari gagasan tersebut dapat dikatakan bahwa ekologi berbicara hubungan antara seluruh makluk yang ada dijagat raya ini. Berbicara hubungan adalah berbicara mengenai intraksi manusia, intraksi yang dimaksudkan oleh penulis adalah seluruh aktvitas hidup yang dilangsungkan oleh manusia dengan lingkunagan. Hal ini meyakinkan bahwa manusia  adalah bagian dari alam semesta. Sehingga dapat disimpulkan  alam dan munusia mempunyai derajat yang sama serta mempunyai kesempatan yang sama untuk hidup di jagat raya ini.

[caption id="attachment_370" align="aligncenter" width="500"]ekologi-lingkungan.jpg Ilustrasi: https://thomski1802.files.wordpress.com[/caption]

Ekologi juga mempelajari hubungan timbal balik antar  makluk hidup dangan linkungan, atau dengan kata lain ekologi adalah ilmu yang mempelajari keseluruhan makluk yang hidup di bumi ini baik individu maupun kelompok yang saling membutuhkan (hubungan timbal balik sehingga kita bisa katakan semua organisme di bumi ini saling membutuhkan baik hewan maupun tumbuhan, membutuhkan energi dan berbagai bahan dari lingkungan supaya tetap bertahan hidup (Philip K, 2002:11) (Wiliam.C,2001:14) ( Ari A. Harapan“tjh:,   2000:6).

 2.2. Akar krisis spiritualias ekologi

Pada bagian ini penulis akan menelusuri dasar dari kerisis spiritulitas ekologi, yang nantinya memberikan sumbangan positif terhadap kehidupan kita dalam konteks spiritualitas ekologi.

Mendalami akar krisis spiritualitas ekologi menghantar kita pada perubahan cara berpikir dan bertindak, hal ini memampukan kita menemukan untuk menemukan sikap-sikap-sikap baru yang mendalami spiritulitas ekologi dan menghindarkan cara berpikir atau bertindak yang menyebabkan kerisis spirituliatas ekologi.

Krisis spiritalitas ekologi disebabkan oleh cara hidup dan cara berpikir manusia itu sendiri, bukan dari kemajuan teknologi. Kemajuan teknologi adalah hal yang sangat diharapkan oleh manusia untuk memudahkan segala kepentingan manusia, kemajuan teknologi juga adalah ekspresi intelektual manusia sebagai makluk yang berakal budi.Karunia  yang diberikan secara Cuma-Cuma oleh Allah kepada manusia harus difungsikan secara baik dan benar untuk menentukan pilihan dan tindakan.  Ketika manusia menyalahlan kemajuan teknologi, maka disaat yang sama manusia tidak mengakui dirinya sebagai makluk yang berakal budi.

Krisis spiritualitas ekologi muncul dari manusia yang tidak pernah puas dengan apa yang dimiliki sebagai makluk yang terbatas, karena hanya Allah yang dapat mememenuhi keterbatasan mansia.

Berakaitan dengan krisis ekologi Agosta Scarel, O. Carm., Ph.D   menuliskan :[8]

“Krisis ekologis yang terjadi saat ini, yang tampak dalam perubahan iklim, habisnya sumber daya dan meningkatnya jurang antara si kaya dan si miskin, bermula dari krisis dalam diri manusia.Pada abad terakhir ini tampak jelas bahwa perubahan sosial telah terjadi dengan besar-besaran. Kita beralih dari pemahaman diri sebagai ciptaan berakal budi yang serba kecukupan dan memiliki kebebasan untuk memilih apa yang baik dan cocok bagi kita, ke pemahaman diri sebagai ciptaan yang tidak pernah dapat menjadi puas. Kita menjadikan teknologi sebagai alat pemuas hasrat kita yang tak terkendali.Perkembangan teknologi yang pesat membuat kita dapat mengubah alam dan mencapai kualitas hidup yang lebih baik.Namun selaras dengan itu keinginan-keinginan kita berkembang pesat pula.Kita menggan­tungkan diri kepada teknologi untuk memenuhi keinginan kita.Dengan teknologi hidup kita sekarang memang lebih baik dan lebih sehat, dan kita bersyukur atas ini semua. Namun perkembangan teknologi juga telah membuat gaya hidup kita berubah menjadi gaya hidup yang serba teknokratis. Pikiran kita diracuni dengan mantera-mantera: ‘Tumbuh atau mati”; ‘Jika kamu sedang tidak berbahagia, pergilah dan belilah sesuatu”; “kuantitas dan peningkatan”. Dengan demikian kita meninggalkan ritme tradisional kita.Kita lupa bahwa model teknokratis perkembangan se­benarnya adalah ciptaan kita dan bukannya dorongan alamiah yang tidak bisa kita elakkan.

Model teknokratis perkembangan didasarkan pada teori ekonomi kon­ventual.Teori ini mengandaikan bahwa manusia adalah makhluk yang tidak pernah merasa puas.Tata ekonomi yang demikian mendorong manusia menjadi serakah, dengan menghasilkan berjuta barang yang semakin lama bukannya semakin memuaskan keinginan manusia melainkan semakin meningkatkan keinginan mereka.

Masyarakat global, yang diatur oleh hukum teknokrasi, juga menciptakan mitos-mi­tosnya.Ketiadaan barang dipandang sebagai sesuatu yang buruk sehingga keinginan manusia dan keserakahan dipacu hingga tingkat yang tertinggi. Mantera-mantera lain yang dengan sengaja dikembangkan dalam masyarakat adalah: “Penuh itu lebih baik daripada kosong”, “berlebihan itu lebih baik daripada sedikit”, “besar lebih baik dari­pada kecil”. Dengan mantera-mantera ini manusia dipacu untuk memenuhi semuanya, mempunyai semuanya dan mengetahui segalanya..”.

BACA: Muku Ca Pu’u Néka woléng Curup Téu Ca Ambo Néka Woléng Lako. Apa Maksudnya?

Kerusakan lingkungan juga sejajar dengan pola tingkah laku manusia yang menindas perempuan, sehingga ada kaitanya krisis spiritualitas feminis dan ekologis.Ekofeminisme lahir dari gerakanekologi yang membela kehidupan alam berpadu dengan gerakan feminis yang membela kehidupan perempuan yang mengalami diskriminasi dalam budaya dan struktur sosial yang di dalamnya ada ketidakadilan gender dan ras yang dihubungkan pada ideologi eksploitasi dan degradasi lingkungan,  ada beberapa faktor yang memengaruhi krisis ekologi dan dampaknya terhadap eksistensi perempuan dalam kesatuannya dengan alam adalah meningkatnya  pandangan dualisme manusia dan alam. Dalam pandangan ini, laki-laki dianggap sebagai manusia yang sempurna dan penguasa, sehingga perempuan tidak mendapat tempat dalam porsi manusia, karenanya perempuan lebih di-identikkan dengan alam sebagai pribadi yang pasif yang tidak mempunyai kapasitas. Konsekuensinya perempuan dan alam dapat dikuasainya ,danKonstruksi pemikiran hierarki patriarkhal yang sudah mapan dalam tradisi Kekristenan yang berat sebelah, yang memberikan kepada manusia penguasaan atas alam; Pandangan seperti ini merujuk pada kitab Kejadian 1-3, yang menggambarkan sebuah justifikasi Allah memberikan amanat kepada manusia (merujuk pada Adam) untuk menguasai dan menaklukkan bumi.[9]Dari kenyataan tersebut, kalangan ekofeminis melihat bahwa ada semacam struktur hierarki patriarkhal yang sangat kuat, di mana sifat maskulin diidentifikasi lebih rasional sedangkan alam tidak rasional, hanya pasif, karena fungsinya yang hanya menghasilkan. Fungsi hanya menghasilkan ini diidentifikasi sama dengan perempuan yang sifatnya pasif. Sifat pasif dilekatkan kepada perempuan dengan sistem reproduksi-nya yang melahirkan, mengerjakan tugas-tugas rumah tangga, menyediakan kehidupan pangan yang tergantung pada alam.Alam tidak hanya dipandang sebagai fungsi alat(menghasilkan), tetapi pemberi kehidupan. Prinsip tersebut adalah prinsip feminim, sama seperti Ibu yang mengandung benih kehidupan, dan melahirkan kehidupan. Jadi tidaklah berlebihan kalau alam disimbolkan sebagai Ibu. Pemahaman seperti ini bukan saja lahir dari sebuah proses identifikasi semata, melainkan ada sebuah semangat yang dibangun untuk mewakili eksistensi perempuan dengan alam. Semangat yang dibangun itu tidak lain adalah spiritualitas yang lebih holistik yang melekat pada alam yang mewakili totalitas hidup perempuan. Menurut Starhawk sebagaimana dikutip oleh Rosemarie Putnam Tong, Spiritualitas yang dimaksud adalah spiritualitas yang Earth Based (berbasis bumi)

“..Spiritualitas yang immanence. Allah (Goddess: juga memaknai Allah sebagai Ibu); Allah yang hadir dalam dunia, dalam manusia dan dalam karya ciptaan-Nya. Kekuasaan-Nya bukan kekuasaan yang mendominasi.Spiritualitas Interconnection. Saling keterhubungan antara seluruh keberadaan kita sebagai manusia di mana tubuh dan jiwa menyatu yang di dalamnya ada kesetiaan, cinta, bela-rasa, intelektualitas, itu juga merupakan bagian dari alam. Kita dengan alam sejatinya saling terhubung satu dengan yang lain, tidak terpisah. Kita adalah bagian dari alam ini.Spiritualitas Compassionate. Sikap hidup yang berbela rasa, mencintai, dan merawat. Dengan sikap hidup demikian kita ikut serta dalam proses merajut bersama sebuah kehidupan yang baru..”[10]

BACA: Belajar Da Ri Anggota Tubuh Membangun Iklim Sosio-Harmonis( Interprestasi Kontekstual Ikor: 12: 12-31)

Spiritualitas Ekofeminis dapat menjadi landasan gerakan lingkungan hidup berbasis perempuan, namun tidak terjebak pada mengembalikan perempuan pada anggapan kodrat  yang melemahkan. Spiritualitas Ekofeminis  adalah terang yang menyinari kita  untuk melihat adanya pola relasi yang menindas dalam wacana lingkungan hidup yang berdampak pada ketidakadilan dalam relasi dalam masyarakat serta Spiritualitas Ekofeminis menjadi semangat dasar kita sebagai manusia untuk berjuang merawat alam ini demi keberlangsungan bumi berdasarkan kesadaran feminis. Dengan demikian maka keberlanjutan bumi, ketersediaan energi, terciptanya relasi yang setara dalam masyarakat menjadi niscaya.

2.3. Ekologi dan semangat kesadaran

Setelah mendalami pengertian singkat mengenai spiritualiatas dan ekologi, pada bagin ini kita mendalami semangat kesadaran semacam apa  yang perlu dibungun  sebagai ungkapan cinta lingkungan agar terciptanya kesimbangan lingkuanagan atau ekologi dan manusia sebagai makluk yang relasional.

[caption id="attachment_368" align="alignnone" width="1061"]IMG_20160612_172309 Kegiatan pengabdian IMAPALA , Juli 2013. Foto: Racangrakbog. wordpres.com[/caption]

   2.3.1. Dasar biblis sikap kesadaran terhadap lingkungan

Pada bagian ini ada dua hal yang perlu kita dalami, yakni  dasar kesadaran seturut Kitab suci perjanjian lama dan kitab suci perjanjian baru.

2.3.1.1.Mendalami kesadaran berekologi dalam terang Kitab suci perjanjian Lama

Pandangan Niko S. Syukur (2004 : 43)  menjelaskan bahwa cerita Yahwis dalam kitab kejadian 2:4b-4:26: 6:1-8; 7:1-5.16b-17.22-23; 8:6-12:20, yang berasal dari  zaman Raja-raja sekitar 100 tahun SM. Yahwis menyajikan model-model asli eksistensi manusia dan berdosanya manusia bagi rahmat pencipta, hal tersebut dapat digambarkan pada konsep-konsep berikut ini :

  1. Eksistensi manusia dan hevan adalah sama, yakni keterlibatan di bumi dan mempunyai kesempatan yang sama untuk hidup di bumi. Hal mutlak yang sangat substansial adalah maunusia dan hewan berasal dari sumber yang sama, yakni dari Allah. Dan dua hal lain yang membedakan manusia dan hewan adalah pertama dari segi pekerjaan, dimana manusia mampu mengolah bumi dan memeliharanya. Kedua manusia dipanggil untuk percaya pada perintah Sang pencipta dan saling menolong sebagai laki-laki dan perempuan (Kej 2:4b.25). Refleksi yang tajam mengenai konsep diatas dapat dikatakan bahwa makluk insani dan hewani serta seluruh ciptaan yang ada dijagat raya mempunyai hubungan dan ikatan yang sama, yakni Allah sebagai pemersatu, itu artingynya saling menjaga, mencintai, dan mengasihi sesama ciptaan bukan hal yang lucu dalam mengarungi roda kehidupan di jagat raya ini serta prisip saling menolong sebagi laki-laki dan sebagai perempuan adalah tidak terbatas pada sesama mausia tetapi juga berlaku untuk seluruh ciptaan[11]. Karena manusia hanyalah sebagian dari yang ada di muka bumi ini.

  2. Berdosanya manusia sebagai penolakan kepercayaan Allah dilukiskan oleh pelbagai cerita empiris : menikmati pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat (Kej 3), pembunuhan saudara (Kej 4:3-26), pembangunan menara (Kej11:1-9), semua hal itu adalah batas tingkah laku yang tidak sesuai dengan kehendak Allah, dan hal lain yang melampaui kehendak Alla adalah manusia  mempunyai keinginan untuk memiliki harta yang diciptakan Allah tanpa  Refleksi yang tajam dan berangkat dari realitas hidup maunusia menempatakan dirinya sebagai penguasa diantara ciptaan lain, arogansi yang tidak terbendung dalam menikmati karya agung Allah yang terdapat dijagat raya ini, melumpuhkan manusia itu sendiri akan rasa sykur akan keindahn alam. Melumpuhkan keadilan dan memerosotkan nilai persaudaraan diataran sesama ciptaan.

  3. Rahmat penciptaan menjadi jelas ketika disoroti tata penciptaan oleh manusia yang ditanggapi oleh Yahwe, bukan dengan balas dendam melainkan dengan hakim yang murah hati (Kej 2:17).


Sementara Tradisi P (iman) menekankan pada aspek iman

Sikap hormat  kepada kosmos berlandas pada keyakinan bahwa kosmos berasal dari Allah  yang trasenden, Allah menciptakan kosmos bukan karena keharusan, melainkan karena kemurahan hati Allah,  Kisah penciptaan menekankan bahwa manusia  diciptakan menyerupai Allah, nasib manusia bukanlah semata-mata mengabdi Allah secara paksa, melainkan  untuk menjadi teman kerja Allah, pengabdian disini juga bukan merupakan perbudakan melainkan berlangsung dalam suasana pertemanan, hubungan timbal balik yang dilandasi puji syukur (Tjaya, Thomas Hidya, 2002 :46-47).

2.3.1.2. Pandangan Kitab Perjanjian Baru

Seturut injil Sinoptik, Yesus menunjukan kecintaan dan keakraban-Nya dengan alam dalam dan melalui ajaran-Nya. Dalam ajaran-Nya Yesus menggunakan perumpaan-perumpaan. Perumpaan ini menjadikan alam sebagai  pengkhobah tentang kerajaan Allah (Bdk. Luk 9: 54-55; 19:10). Hal lain yang menunjukan cinta Yesus dengan alam adalah :

  1. Yesus menunjukan kasih bapa-Nya yang memperhatikan manusia dan hewan ( Mat 6 :25-35)

  2. Mukjizat penyembuhan orang sakit adalah  wujud keprihatinan Yesus terhadap alam yang cedera (Mar 9:43)

  3. Dan masih banyak ayat-ayat lain yang menunjukan kepedulian-Nya dengan Alam Ciptaan


Manusia yang selalu berhadapan dengan situasi yang selalu dinamis membutuhkan terang untuk melangkah. Dalam hal ini manusia membutuhkan terang dalam melihat alam.

Pendasaran biblis tentang alam ciptaan membantu manusia untuk menerangi langkahnya dalam memandang karya agung Allah.

Memahami konsep biblis tentang alam ciptaan tidaklah cukup, tetapi hal demikian akan membawa dampak positif ketika manusia mampu dan secara tegas mengakui seluruh yang ada dijagat raya ini berasal dari sumber yang sama. Sumber yang sama itu adalah Allah. Pengakuan demikian juga harus diakuti dengan perubahan cara pandang, yaitu segala yang ada di bumi ini adalah altar kudus Tuhan. Keyakinan cara pandang yang diikuti dengan perubahan sikap, manusia juga mengakui bahwa dirinya adalah bagian dari yang ada di bumi ini. Pengakuan demikian memampukan manusia untuk membentuk animasi dioalog (animations dialoge). Membentuk animations dialoge disini adalah manusia berdialok bukan hanya dengan sesama manusia tetapi juga dengan seluruh ciptaan. Hal ini terjadi ketika manusia mampu menyadari bahwa alam dan manusia sebagai saudara.    Hal serupa kita dapat melihatnya dari kosmologi Paulus yang meyakinkan bahwa dalam memandang ciptaan sebagai satu kesatuan dalam tubuh kemanusian, dalam kesempatan yang lain (Tjaya, Thomas Hidya, 2002 :65).

2.3.2. Kesadaran jalan rekonsiliasi.

Setelah kita mendami dasar biblis eksistensi manusia dan alam, maka pada bagian ini kita mendalami konsep kesadaran sebagai upaya pemulihan.

Semangat adalah dasar dalam hidup dan berelasi. Manusia tidak sebetas pada hubungan sosial dengan sesame manusia, akan tetapi alam dan lingkungan adalah bagian yang tidak terpisahkan dalam hidup manusia. Benang merah yang mempersatukan manusia dengan alam adalah Pencipta.

Roh Allah yang mengalir dalam darah insani akan tercemar bila manusia melihat alam sebagai musuh, karena Roh yang sama tinggal dan diam dalam alam pula. Kemajuan dan tuntutan hidup yang semakin memuncak melupakan manusia akan tugas dan fungsinya sebagai nabi untuk seluruh ciptaan.

Sikap kesadaran akan keserakahan manusia terhadap alam yang diwujudkan dalam tindakan nyata adalah salah satu sikap pembaharuan atau pemulihan hubungan manusia antara Allah dan manusia. Semangat kesadaran yang diliputi oleh jiwa ke-Rohhan Allah memampukan manusia untuk melihat yang lain sebagai saudara.

Baca: Ganda Kempo: Nenek Nunduk Agu Empon

  2.3.2.1. Manusia anak cucu Allah

Merujuk Pada kisah penciptaan ( Kej 1:1-26) seharusnya manusia harus “tunduk” dan menghormati ciptaan lain. Hal ini dikarenakan manusia diciptakan terakhir atau bisa dikatakan bahwa manusia adalah anak yang dilahirkan terakhir dari rahim Allah.

Berpijak pada  terang kisah penciptaan manusia sebagai anak cucu dan ciptaan lain, selain manusia berposisi sebagai kakak dari manusia. Hal ini sifatnya mutlak.

Refleksi dari situasi riil kehidupan manusia, dimana situasi  dalam kehidupan adalah  yang mendiami rumah orang tua adalah anak cucu, dan yang merawat orang tua adalah anak cucu. Dalam kaitanya dengan kisah peciptaan, posisi manusia dan Allah adalah maunusia diwariskan Oleh Allah utuk menjaga rumah-Nya. Menjaga segala isi rumah-Nya. Rumah Allah adalah bumi dan isi-nya seluruh ciptaan yang ada dibumi ini. Itu artinya manusia merawat orang tua (Allah) dalam dan melalui sikap dan tindakan serta cara pandang manusia terhadap ciptaan lainya.

 

2.4 .Spiritualitas ekologi : solusi dan pilihan

Pada bagian ini penulis mengahadirkan semangat dasar dan pilihan hidup sebagai gambaran kepedulian kita terhadap lingkungan serta komitmen  kita sebagai peribadi yang dipanggil oleh Allah dan bersatu dengan Yesus. Allah telah memanggil dan mengutus kita,Yesus pun menyebut kita sebagai sahabat (Yoh.15:15) bukan sebagai hamba.

Manusia dipanggil dan diutus untuk melayani alam ciptaan, sehingga sebagai manusia yang hidup dalam alam spiritualitas yang dibutuhkan untuk membangun relasi dengan lingkungan kita adalah sebagai berikut.

2.3.1.Berkanca pada Tradisa karmel

Tradisi Karmel mengajarkan kepada kita suatu perjalanan batin yang me­matangkan keinginan manusiawi kita.Perjalanan ini membantu kita untuk menyadari bahwa Allah adalah prioritas hidup kita. Keinginan manusia tampaknya memiliki karakteristik yang unik: kita memiliki keinginan tetapi kita seringkali tidak mengetahui dengan persis apa yang kita inginkan. Perjalanan spiritual ini membantu kita mengetahui apa yang sebenarnya yang terpenting. Hanya ketika kita menyadari bahwa semua keinginan harus disalurkan dalam dan terhadap Allah, kita akan dapat mencapai keseimbangan dan kedamaian. Yohanes Salib mencoba menerangkan asal-usul keinginan tak terbatas kita.Dia mengatakan bahwa Allah seolah-olah melukai jiwa kita dan kehidupan kita sebenarnya adalah suatu upaya untuk menyembuhkan luka tersebut.Dalam upaya mencari kesembuhan itu kita bisa jadi terlalu menuntut, mencari hal- hal duniawi untuk menggantikan Allah.Kita tergo­da untuk menjadikan ciptaan (baik benda-benda materi ataupun hal-hal batiniah, seperti keberhasilan, kesenangan, kebahagiaan, seks, kekuasaan, ilmu pengetahuan, ataupun sesama), sebagai berhala dan mengharapkan mereka dapat memenuhi keinginan tak terbatas kita.Namun tidak ada sesuatupun atau siapapun yang dapat menggantikan Allah dalam hidup kita.Luka ilahi hanya dapat disembuhkan oleh Roh Allah sendiri.Yohanes Salib mengajarkan bahwa keinginan tak terbatas kita membuat pribadi kita terpecah.Ini terjadi karena kita melekatkan diri pada berbagai keinginan, menggantungkan hidup kita pada ciptaan, dan menuntut darinya sesuatu yang tidak mungkin kita peroleh.

2.4.2. Alam dihormati  sebagai yang tua

Sikap menghormati alam yang diciptakan sebelum manusia adalah sikap mutlak sebagai adik dan kakak. Manusia adalah adik dari seluruh ciptaan yang lahir dari Rahim Allah, karena manusia diciptakan terakhir (Bdk. Kej 1 :1-26). Maka semua yang diciptakan Allah sebelum manusia harus dilihat sebagai yang tua (kakak).Melihat alam sebagai yang tau, maka konsekvensi logisnya adalah tidak boleh memanfaatkan hasil alam sebagai pemenuh nafsu.Bersikap tanggung jawab dalam artian mewujudkan tebang tanam. Melukai alam dengan segala isinya sama halnya kita melukai kakak kandung kita sendiri.

2.4.3. Alam sebagai sahabat bukan hamba

Sikap dan cara pandang lain adalah melihat alam sebagai sahabat bukan lagi hamba atau pemenuh nafsu. Yesus memanggil manusia sebagai sahabat (Yoh 15:15) dan segala kehidupan manusia dibicarakan di hadapan Yesus, dan Yesus membicarakan kehidupan manusia dihapan Allah, artinya menjadi hal yang mutlak bagi manusia untuk melihat alam sebagai sahabat yang melebihi kasih seorang kakak.Alam telah memberikan kehidupan, namun keserakahan manusia memberikan tanggisan terhadap sahabatnya melalui penebangan liar, sampah, pupuk kimia dan lain sebagainya.

 2.4.4. Bersatu dengan Kristus bersama dengan alam

Kita dipanggail untuk bersatu dalam persatuan dengan Kristus, persatuan ini  tidak sekali lalu selesai, statis. Melainkan harus sampai pada persatuan dengan dan dalam Karya yang menyelamatkan(bdk.Rom.6: 3 – 11). Persatuan dengan dan dalam Wafat dan Kebangkitan; berarti segala yang kita pikirkan, kita rencanakan, kita lakukan – haru dilakukan dalam semangat cinta kasih yang dijiwai oleh roh Allh sendiri. bersatu dengan kristus  memberikan kekuatan  dan terang bagi kita dalam membangun relasi dengan alam sebagai yang ada bersama. Relasi yang berlandaskan cinta kasih sebagai satu angota persatuan.

2.4.5.  Alam sebagai ibu

Ibu adalah pribadi yang melahirkan dan yang memberi kehidupan, alam adalah gambaran seorang ibu yang melindungi dan menghasilkan kehidupan. Jika manusia mengkianati dan nmerusak alam sebagai sumber kehidupan sama halnya membunuh ibu yang menghadirkan kehdupan kita di dunia ini,

2.4 .6.Pendekatan biosentris.

Biosentrisme justru mengatakan bahwa setiap kehidupan dan makluk hidup secara hakikatnya mempunyai nilai dan berharga pada dirinya sendiri. Aliran ini juga mengatakan alam adalah komonitas moral, dasar dari konsep ini karena semua yang ada di bumi ini mempunayai nilai moral. pendekatan bio-ekosentrisme (femenisme)  artinya manusia harus merubah cara pandanganya, bahwa seluruh komponen yang ada di jagat raya ini mempunyai nilai-nilai dan moral yang sangat berharga bagi dirinya sendiri baik yang hidup maupun yang mati,nilai tersebut sudah ada sejak sesuatu itu ada, sesuatu mempunayi nilai tidak tergantung pada sesuatu.Restorasi ekologi akan terjadi bila mana semua orang meyakini serta megakui bahwa segala yang ada dibumi ini mempunyai nilai dan moral yang sama, itu artinya semua yang ada di bumi ini mempunyai kesempatan yang ama untuk hidup. Dari sisi lain kita mengatakan bahwa substansi dari pandangan diatas adalah sama-sama menghormati alam. Alam dilihat sebagai saudara, sebagai sahabat. Pandangan-pandangan semacam ini akan mempengaruhi kita dalm bertingkah terhadap alam sebagai sesama ciptaan.

2.4.7 Pendekatan Ekofeminisme.

Roh dari pendekatan ini adalah refeleksi tajam manusia untuk mengubah cara pandangnya terhadap alam, yang pada gilirannya pengakuan terhadap kesamaan nilai moral antara laki dan perempuan, pengakuan ini tidak terbatas pada teori, tetapi diterapkan pada realitas serta mengakui bahawa setiap orang mempunyai caranya sendiri untuk mengungkuapkan gagasannya dalam hal penyelematan lingkungan. Cara pandang tersebut akan terlihat pada tingkah laku seseorang, dan cara panadang tersebut juga memberikan ruang bagi orang lain untuk mengungkapkan citra dirinya sebagai laki-dan perempaun (Keraf, Soni, 2006:33-75;123)

3.1. KESIMPULAN

 

Kemajuan teknologi harus diapresiasi sebagai wujud nyata dari ekspresi intelektual mnusia yang berakal budi.Kesalahgunaan atau interprestasi yang keliru serta pewantaan kemajuan teknologi bukanlah dorongan alamiah. Kemajuan teknolgi memberi sumbangan positif terhadah setiap mantra kehidupan manusia, akan tetapi cara berpikir dan tindakan manusia yang  melukai kemajuan itu sendiri.  Kerisis spiritualitas ekologi muncul dari sikap kerakusan manusia, manusia tidak pernah puas dengan apa yang dimilikinya, sikap materialis semakin tinggi, alam dipandang sebagai budak. Ketidakpuasan manusia inilah yang menjadi persolah besar dalam spiritualitas ekologi.

Kemajuan tidak dapat dibendung oleh apa pun selain kemampuan manusia yang menciptakn kemajuan itu. Manusia harus bertahan dalam cara berpikir yang baik dan alam bukan sebagai budak atau pemuas kebutuhan, akan tetapi alam adalah dinding sepanjang masa yang memberikan kehanyatan terhadap manusia disepanjang musim, agar selimut itu semakin hangat maka kewajiban kita untuk mencintainya dan melihatnya sebagai kakak kandung, saudara dan sahabat.

Para pembaca yang budiman, saya menyadari tulisan ini masih jauh dari kesempurnaanbahkan kurang menyentuh para pemabaca, karenanya masukan dan kritikan para pembawa sebelumnya diucapkan terimaksaih.

Daftar Pustaka

KAMUS

Abercrombie, M. dkk “Edtr”, DICTIONARY OF BIOLOGI  EDITION, KAMUS LENGKAP BIOLOGI EDISI KE VIII (Penerj. Sutarmi, S.dkk.)), Jakarta : Erlangga, 1993.

Dokumen,  Buku Dan Majalah

Heuken, A, ENSIKLOPEDI GEREJA Jilid I, Jakarta : Yayasan Cipta Loka Caraka,1991.

Chang, William, MORAL LINGKUNGAN HIDUP. Yogyakarta: Kanisius, 2001.

Harapan, Ari Anggari (tjhn). (2000). BUKU DORLING KINDERSLEY, Jendela IPTEK. Jakarta : Balai Pustaka.

Niko, Syukur Diester, TEOLOGI SISTIMATIKA 2, Yokyakarta : Kanisius, 2004

Kristo, P,  EKOLOGI INDUSTRI. Yogyakarta : Andi Yogyakarta, . 2002,

Tjaya, Thomas Hidya, KOSMOS TANDA KEAGUNGAN ALLAH-Refkeksi Menurut Louis Boyer, Yogyakarta : Kanisius, 2002.

Keraf, Soni, ETIKA LINGKUNGAN, Jakarta : PT. Kompas Media Nusantara, 2006

AKADEMIKA, ISSN 1412-8713. Majalah Sekolah Tinggi Filsafat Katolik Ledalero-Vol.I,No.I, Desember 2002. Maumere-Flores : Sekretariat SEMA STFK Ledalero

Internet.

http://www.pelita.or.id/baca.php?id=42208. Spiritualitas Ekologis Membangkitkan Religiusitas Kosmik; diunduh  pada hari  Jumaat, 15 Agustus 2014.

 

http://www.google.co.id/ Agosta Scarel, O. Carm., Ph.D.JALAN SPIRITUAL UNTUK PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP.diunduh sabtu, 16 Agustus 2014

 

 

Makalah(tulisan yang tidak diterbitkan, tidak dipublikasi/tidak diseminarkan)

Hatam, Feliks .    MAKALAH -Proposal Penelitian sebagai tugas Mata kuliah Penelitian Pendidikan  berjudul Memehami Prespektif Kosmik-ekologis Dalam terang Budaya Manggarai dan implikasinya terhadap kebiasaan Hidup Masyarakat Wae Rebo. Tugas dibuat tahun 2013

 

 

 

 

[1] Tugas Kuliah Tahun 2013

[2]http://www.pelita.or.id/baca.php?id=42208. Spiritualitas Ekologis Membangkitkan Religiusitas Kosmik; diunduh  pada hari  Jumaat, 15 Agustus 2014.

 

[3]Ibid

[4] Para peneliti Stamdford Research Institute tepatnya pada tahun 1970-an  memperkirakan bahwa empat hingga lima juta manusia di Amerika telah melakukan pengurangan penghasilan dan meninggalkan konsumerisme demi sebuah prinsip kesederhanaan hidup. Dan sejak saat itu muncul gerakan-gerakan lain dalam bidang kesehatan, manajemen perusahanndustry dan telah mulai menerapkan Nasihat Entropy  Kesederhanaan hidup. http://www.pelita.or.id/baca.php?id=42208.

[5]Untuk dapat memahami hubungan antara ekologi dan karisma Karmel, kita perlu memahami kontemplasi sebagai suatu    perjalanan spiritual seseorang untuk mencapai kepenuhan dirinya.Perjalanan ini membawa manusia kepada kedewasaan afeksi, intelektual dan seksualitas.Ketiga faktor kemanusiaan ini merupakan bagian dari dinamisme hasrat manu­sia.Bagi para Karmelit perjalanan ini merupakan perjalanan mengikuti Yesus Kristus.Kita percaya bahwa Allah menciptakan kita untuk hidup dan memelihara hubungan yang selaras dengan Tuhan Allah sendiri dan dengan semua ciptaan.Kita tahu bahwa akar krisis ekologis ini terletak pada kesalahan kita sendiri dan bukan pada teknologi. Teknologi seka­lipun ramah lingkungan tidak akan dapat menyelesaikan permasalahan ekologis ini.  Namun selaras dengan itu keinginan-keinginan kita berkembang pesat pula.Kita menggan­tungkan diri kepada teknologi untuk memenuhi keinginan kita.Dengan teknologi hidup kita sekarang memang lebih baik dan lebih sehat, dan kita bersyukur atas ini semua. Namun perkembangan teknologi juga telah membuat gaya hidup kita berubah menjadi gaya hidup yang serba teknokratis. Pikiran kita diracuni dengan mantera-mantera: ‘Tumbuh atau mati”; ‘Jika kamu sedang tidak berbahagia, pergilah dan belilah sesuatu”; “kuantitas dan peningkatan”. Dengan demikian kita meninggalkan ritme tradisional kita.Kita lupa bahwa model teknokratis perkembangan se­benarnya adalah ciptaan kita dan bukannya dorongan alamiah yang tidak bisa kita elakkan.Model teknokratis perkembangan didasarkan pada teori ekonomi kon­ventual.Teori ini mengandaikan bahwa manusia adalah makhluk yang tidak pernah merasa puas.Tata ekonomi yang demikian mendorong manusia menjadi serakah, dengan menghasilkan berjuta barang yang semakin lama bukannya semakin memuaskan keinginan manusia melainkan semakin meningkatkan keinginan mereka.Masyarakat global, yang diatur oleh hukum teknokrasi, juga menciptakan mitos-mi­tosnya.Ketiadaan barang dipandang sebagai sesuatu yang buruk sehingga keinginan manusia dan keserakahan dipacu hingga tingkat yang tertinggi. Mantera-mantera lain yang dengan sengaja dikembangkan dalam masyarakat adalah: “Penuh itu lebih baik daripada kosong”, “berlebihan itu lebih baik daripada sedikit”, “besar lebih baik dari­pada kecil”. Dengan mantera-mantera ini manusia dipacu untuk memenuhi semuanya, mempunyai semuanya dan mengetahui segalanya.Dengan model perkembangan yang didasarkan pada hukum ekonomi ketidakpuas-an manusia, keinginan dapat dengan mudah dimanipulasi oleh faktor eksternal. Fakta ini dapat dilihat dalam fenomena globalisasi dimana kebutuhan akan barang dan jasa diciptakan oleh iklan. Kebutuhan kita menjadi diatur oleh iklan. Kita tidak lagi mengkonsumsi apa yang sebenarnya kita butuhkan tetapi kita mengkonsumsi. Agosta Scarel, O. Carm., Ph.D.JALAN SPIRITUAL UNTUK PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP.http://www.google.co.id/ diunduh sabtu, 16 Agustus 2014

 

[6]Kata spiritus dari kata kerja spirare yang berarti berhembus, bertiup, bersemanggat. Dan Roh sendiri mempunyai hubungannya  dengan Tang Trasenden dan roh itu adalah Allah sendiri. Maksimilianus Jemali : Bahan kuliah Spiritualitas Kristiani untuk mahasiswa/I Teologi  STKIP Ruteng tahun akademik 2014/2015

[7] Chispinus H.Jebarus. Etika Ekologi. Dalam AKADEMIKA majalah STFK Ledaloro. Vol.1.No.1,Desember 2002-ISSN : 1412-8713. Pp.5-6.

[8] Agosta Scarel, O. Carm., Ph.D.  JALAN SPIRITUAL UNTUK PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP.http://www.google.co.id/ diunduh sabtu, 16 Agustus 2014

[9]http://sinodegki.org/merawat-alam-dengan-semangat-spiritualitas-ekofeminis/

 

[10]Ibid

[11] Feliks Hatam.  Dalam  MAKALAH Proposal Penelitian sebagai tugas Mata kuliah Penelitian Pendidikan  yang berjudul Memehami Prespektif Kosmik-ekologis Dalam terang Budaya Manggarai dan implikasinya terhadap kebiasaan Hidup Masyarakat Wae Rebo. Tugas dibuat tahun 2013
DISKUSI SPIRITUALITAS EKOLOGI DISKUSI SPIRITUALITAS EKOLOGI Reviewed by www.surya.com on Oktober 20, 2017 Rating: 5

2 komentar:

VIEW

Diberdayakan oleh Blogger.