LETANGMEDIA

Part II: Mengugat Hati Lelaki Tangguh Yang Tak Kelah Lelah

Mengugat Hati Lelaki Tangguh Yang Tak Kelah Lelah


ILUSTRASI (https://seruni.id)

Aku tersenyum, melihatmu Bahagia.
Aku bahagia melihatmu tersenyum.
kebahagianku adalah melihatmu bahagia.
Kata.Ayah

Entah cerita ini benar-benar terjadi, saya tidak tahu. Tetapi sosok ayah, sebagai pria yang tangguh adalah sosok yan benar-benar ada. Rentetan persoalan melawan yang berakhir krimal menimpa sosok Pria yang seluruh hidupnya untuk membahagiakan anak-anaknya. Paling keji bila hal itu dilakukan oleh anak yang dibesarkannya dalam deretan derita demi mendapatkan sepiring nasi. Saya tidak tahu, apakah kisah-kisah ini benar-benar ada?

Saya menulis ini, bukan karena saya sukses membahagiakan ayah, atau tidak pernah marah dengan ayah. Tentu sebagai manusia tidak pernah luput dari hal itu yang penting wajar saja, dan tidak melampaui batas. Ingat orang tua tak menjawab, tapi hatinya menangis, tentang membahagiakan ayah adalah perjuangan dan pengabdian. Dan saya sedang dan selalu berjuang untuk itu. SEMOGA KITA SAMA. Sebrapa bayakpun uang yang diberikan kepada ayah (orang tua), itu tidak sebanding dengan ketulusannya membesarkan anaknya. Ia pun (ayah) tak pernah minta balasan. Ia hanya tersenyum, saat kita dewasa. dan bahagia. 



Ayah bagaimana caramu mendapatkan uang dan beras?
Ayah mengapa engkau begitu gigih bekerja?

Ayah mengapa tubuhmu yang dulu tegar, sekarang terkapar lemah? Ayah mengapa rambutmu yang dulu hitam, sekarang memutih? Ayah mengapa engkau selalu pulang saat petang, dan berangkat lagi saat fajar?

Apakah tubuhmu tak lemas oleh keringatmu yang terus mengalir saat trikan mentari? Ayah mengapa engkau begitu rela kakimu tak bersandal atau bersepatu?

Mengapa kepalamu tak bertopi? Ayah mengapa engkau begitu kejam dengan dirimu sendiri, berada di bawah kejamnya mentari, bermandikan hujan?


Ayah, mengapa engkau begitu kejam dengan dirimu sendiri? Ayah, ayah, ayah mengapa?


Mengapa?
Menyapa?
Apa yang kau cari ayah?



Anakku, engkaulah harapanku.
Engkaulah permataku, 
engkaulah mentariku yang selelu menerangi dan membangkitkanku. 
Dan engkualah semangatku.

Janganlah engkau tanya dari mana aku mendapatkan uang dan sesuap nasi. Karena semuanya adalah tanggjawabku. Aku persembahkan semuanya hanya untuk kamu anakku. Halal.

Aku tidak menuntut supaya kamu membayar semuanya itu. Aku tersenyum dan bahagia itulah harta terbesar yang sudah aku miliki. 
Senyumlah nak, bahagialah
Kebahagiaanmulah yang ku cari anakku.



***


Anakku, aku tidak merasakan hal itu keras. Semua itu kulakukan dengan tulus dan ikhlas. Supaya semua kita bisa menikmati kehangatan hidup. Aku tidak peduli dengan tubuhku yang dulu tegar, rambutku yang dulu hitam. Sebab hal yang saya perjuangkan adalah supaya seluruh anak dan keluargaku tidak menangis karena tidak dapat sesuap nasi, aku tidak mau anakku tidak memiliki recehan. Biar sedikit nak, yang penting halal, bermakna.


Nak tersenyumlah. Aku tidak mau kamu semua beban memikirkan itu. 
Berdoalah nak supaya kami semua sehat.

*****

Anakku, inilah aku.
Aku bangga engkau memanggilku ayah.
Anakku, aku bangga saat engkau bersepatu, berjas dan berdasi, berbahagia dengan teman-temanmu.


Aku bangga. Karena engkau tetap memanggilku ayah, walau ragaku lemas, kulitku yang keriput, rambutku yang beruban, kakiku yang tak bersandal, pakaianku yang sangat kumu. Engkau tetap mengakui aku, sebagai ayah.

Anakku, aku sungguh merasa hal yang luar biasa, saat engkau terus memanggilku ayah. Anakku, aku bangga, saat engkau tersenyum. Karena itu semualah diriku (ayah) bangun lebih cepat, dipagi hari, pulang lebih petang setiap hari. Aku bangga saat engkau lebih maju dari masaku, karena itu semualah aku berani melawan triknya mentari, membiarkan nadi-nadi tertusuk dinginnya sang malam, membiarkan tubuh ini rebah di atas tikar tipis, membiarkan kaki ini tertusuk semak.

Anakku, walau aku tidak mengandung dan menyusuimu, tapi setiap tetesan keringatku untuk menghadirkan senyum dan kebahagian dalam setiap langkahmu.


Anakku, walau akau tidak sempat mengengdonmu saat kecil, namun setiap aliran darahku adalah masa depanmu.

Anakku, sekarang aku tersenyum, karena setiap tetesan darahkeringatku terjawab dalam ceria dan senyumanmu. Setiap helai rambutku yang terus beruban, kini telah berbuah dalam langkahmu. Anakku, biarkan air mataku terus mengalir menatap kebahagianmu.


Anakku biarkan dalam lemasnya lutut ini untuk bergerak melihat keberhasilanmu. Namun hatiku seakan ditegarkan oleh senyuman atas keberhasilanmu.

Anakku, janganlah bertanya lagi. Kepalkan tanganmu untuk terus maju mengapai harapanmu. Harimu masih panjang.

****


Ayah.
Hati teriris melihat ragamu yang dulu tegar. Melihat rambutmu yang sekarang berubah menjadi uban. Namun semangatmu tak pernah pudar.


Ayah. Sajak-sajak langkahku tak cukup, lagi tak pantas untuk jasamu. Penaku tak layak menulis di atas keringatmu. Kataku tak selaras dengan caramu membahagiakanku..


Ayah. Sadarkan kami akan cintamu. 
Bila kami jatuh dalam hal yang salah. 
Sapalah kami dalam ketulusanmu. 
Bila kami pura-pura tak mengenalmu. 
Ampun


Ayah. Ingatkan kami, saat berada pada posisimu nanti.
Part II: Mengugat Hati Lelaki Tangguh Yang Tak Kelah Lelah Part II: Mengugat Hati Lelaki Tangguh Yang Tak Kelah Lelah Reviewed by www.surya.com on Juni 03, 2018 Rating: 5

Tidak ada komentar:

VIEW

Diberdayakan oleh Blogger.