LETANGMEDIA

Jangan Karena Cinta

Kekuatan cinta adalah cinta itu sendiri. Karena cinta ada saling percaya. Karena cinta ada rasa sayang. Karena cinta ada rasa rindu. Mengambil keputusan untuk berpaling adalah cinta. Sebab cinta tak dapat dibatasi oleh individu tertentu. Sebab cinta tak pernah mengklaim diri, bahwa saya dimiliki. Manusilah yang menobotkan diri, bahwa dirinya memiliki cinta.

Cinta telah memilih dan memiliki arti dan makna oleh cinta itu sendiri. Cinta tak perlu dibela, sebab asalmuasal cinta telah memiliki kekuatan. Yang perlu dibela adalah komitmen insan membangun cinta, desain rasa agar cinta memihak. Kekuatan cinta membuka peluang rindu. Rindu meringkus hati Yusuf, sosok pria yang sulit mencintai sesorang gadis.

Pagi adalah awal harapan, saat mentari menyinari bunga yang memperindah halaman rumah di desa itu. Desa itu adalah desa Bunga. Surganya kupu-kupu berkompong diantara ribuan bunga yang sedang mekar. Berada diatara bunga sedang mekar menyambut mentari ternyata tak mengalahkan rasa rindu Yusuf kepada sosok gadis yang mencair hatinya, untuk memahami cinta.

Baca Juga: In Love One Glass Coffee

Setiap kali mentari bersinar dibalik tirai jendela, Yusuf membuka halaman harapan. Harapan bersua-muka dengan sosok gadis yang berhasil membelajaran rasa rindu kepada seseorang. Harapan ada waktu menaklukakan kesempatan demi mengobati luka. Luka karena rindu. Harapan diiring doa pada setiap pot bunga yang disiram, kelak gadis pemilik senyum manja itu mempunyai harapan sama untuk bertemu.

[caption id="" width="320"]Ilustrasi: Google.com Ilustrasi: Google.com[/caption]

Sosok ramah namun tangguh, sederhana tapi cerdas, priang namun lembut. Kapan kita bertemu? Tanya Yusuf dalam hatinya sambil memegang selang untuk menyiramkan bunga yang ada di halaman rumahnya. Bunga, nama yang menarik sesui sosokmu yang manis. Nama yang indah yang membuatku selalu menumbuhkan rasa cinta saat selalu mengingat namumu. Kata Yusuf dalam hatinya.

Ketika cinta mengabdi, rindu pasti terungkap. Yusuf adalah namuku dan Bunga adalah Gadis yang kucintai. Sulit bagiku mencintai sesorang gadis, apalagi soal rindu selalu alpa dalam tangga usiaku. Tetapi mengapa kali ini aku begitu merindukan sosokmu, jangan-jangan saya bukan Yusuf. Ah, saya benar-benar Yusuf. Yusuf yang terpaku pada rasa rindu, Yusuf yang sekian lama membeku bila kata cinta. Apakah ini yang dikatakan Dilan, Jangan Rindu, karena rindu itu berat”


Ah…ada-ada saja. Yusuf, kosentrasi! Sekarang lagi siram bunga, bukan waktu memikirkan Bunga. Sahutnya sambil mencoba menyakinkian diri sendiri.

Baca Juga: Syairku adalah Rinduku

Lho,,kok halaman ini malah tergenang air? Tadi malam-kan tidak ada hujan? Mampus gue,,,mama pasti ngomel ini nanti, Yusuf terbangun dari bale-bale di ditengah halaman itu, tempat ia duduk dengan tangan kirinya menopang dagu, lekas mencari saluran pembuangan.

Tengah mencari, saluran itu, ada suara dari Pintu depan rumah, aduhhhhhhh, Sup, panggilan kesangan pria berkumis itu oleh seisi rumah. Ya, Ma. Jawa Yusup dari antar Pot bunga itu. Ini, ni kenapa? Kok halaman ini jadi bak air? Ya, ia ma, ini lagi buka saluran pembuangan, tadi ada terlepas selang. Jawab Yusup sambal duduk bersila di dekat saluruan pembuangan air itu. Weleh-welenh, cepat yah, Sahut ibu Yuyun sambal menuju dapur.

“Apakah ini namanya cinta. Oh Bungaku, sedang apakah kau sekarang. Apakah engkau juga merindukanku. Banyangan wajahmu selalu hadir dalam tiap aksiku. Senyumanmu selalu terlintas dalam banyanganku. Andai engkau tahu, sekarang aku terluka oleh rasa ini. Rasa rindu yang kian memuncak, luka yang semakin membasar, bila kita tak berjumpa. Bungaku, sosokmu membuat aku teperangkap dalam luka. Luka oleh rindu yang tak kunjung sembuh. Bunga sosokmulah yang menyembuhkan luka ini. Bukan yang lain. Apakah di rumahmu, tidak ada kesempatan untuk merindukkan aku. Bunga, hariku-hariku memang terlihat bahagia bila diajak tertawa, namun hatiku selalu ada dibawa control rindu”


Kak Sup, mama panggil, untuk sarapan! Kak. Kak sup di mana ya? Padahal kata mama tadi ada di taman, kok di sini tidak ada. Guman adik perempuannya yang baru saja tamat Sekolah Menengah Atas itu. Kak, Sup di mana? suara itu menyadarkan Yusuf yang sedang duduk manis sambal menopang dagu dengan tangan kirinya disudut taman. Ya, dek, jawabnya. Aduh,, Kak, lagi ngapain di situ, dari tadi saya panggil. Tanya Lestin. Nggak, nggak buat apa. Jawab Yusuf menyakinkan adiknya. Yang benar ajak kak, jangan-jangan lagi menghayal kak Bunga yah. Canda Lesti, sembari melihat kakaknya mencuri tangan sebalum menuju meja makan.

Ah,,dek, ada-ada saja, asal adik tau yah, lu punya abang ini sejak dulu, tak pernah menghayal, apalagi hanyal seoal cewek. Itu basi tau!. Sahut Yusuf menutupi rasa rindunya. YAH deh, syukur kalua begitu, tapi akhir-akhir ini kak, kelihatanya rajin sekali siram bunga dalam waktu yang lama, biasanyakan saya dengan mama siram bunga. Jangan-jangan karena gadis yang dicintai Namanya Bunga. Canda Lesti untuk mengungkapkan motif dibalik sikap rajin kakaknya yang muncul secara mendadak. Woeh…ini anak baru tamat SMA, sok tahu tentang cinta. Jawab Yusuf sambal membuka tutup nasi yang sudah disiakan sang Ibunda di Meja makan.

Sudah-sudah, pagi-pagi sudah ribut. Sahut sang ibunda sambil menatap kedua anakkya dengan walmarhum kakek. Maaf mama saya mimpi. Hem, sup, sup kamu ini. Nah aku tahu, ini pasti patah hati ini, pantas pagi ini bangu terlambat. Sahut lesti, Ah, lu lagi. Jawab Yusuf. Lalu, itu foto siapa? Oh, Iiiiiini foto Bunga Les. Jawab Yusus terbatah-terbatah.\nSang ibunda memahami perasaan anaknya. Sup, jangan dibondohi oleh cinta. Cinta itu bahagia. Sekalipun putus cinta, harus sanggup menyakinkan dirimu, bahwa belum saatnya cinta sejati berada bersamamu. Sup, harus berani menerima kenyataan. Ketika cinta lebih kuat dari raga, maka rasa ragu dan putus asamu akan pergi. \nSang Ibunda, tak melihatnya diman, pagi itu. Tak seperti biasanyaajah ramah dan senyum.




Perasaan rindu yang terurai dalam setiap nadi, Yusuf bertanya pada awan yang dimahkotoi bintang-bintang.

Ia bertanya mengutip sajak Khalil Gibran, tentang panggilan Cinta (2015)”’… Dimakah engkau kekasihku? Oh kawan jiwaku dimanakah engaku? Dimanakah kau, kekakasihku? Dengarkah kau sedu sedanku. Dari balik Samudra? Kau paham yang kubutuhkan? Kau rasakan luasnya kesabaranku? Adakah spirit di udara yang mampu menyampaikan Padamu sekarat ini? Komunikasikasikan rahasia di antara malaikat yang akan membawakan padamu keluhanku?..”


Apakah ini yang namanya kekuatan cinta, ataukan ini adalah cinta sejati? Biarkan Pemilik Cinta yang memberi jawaban. Suhatnya sambil berbaring di tempat tidur.

Baca Juga: CERPEN: AWAL DARI SEBUAH RASA

Yusuf, enggan menutup matanya untuk menikmati malam dalam tidur, melewati rasa dalam kehangatan kain panas yang baru saja dicuci oleh sang Ibunda. Rasa rindu dan kekuatan cinta mengikis rasa ngantuk. Apakah semua orang yang saling mencintai merasakan yang saya alami? Ah, mengapa aku jadi bego seperti ini, yah? Bukankah cinta itu bahagia, bukankah cinta itu membuat motifasi untuk selalu menjadi yang terbaik, bukankah cinta itu adalah sebuah panggilan untuk selalu bahagia. Yah, cinta itu adalah bahagia, luka sekalipun oleh rindu, itu adalah konsekuensi rasa saling cinta, sebaliknya bukan menjadi rapuh dan lemah oleh ridu. Rindu adalah pupuk menyuburkan cinta, namun bukan ramuan mabuk yang yang mabuat manusia melampui kewajarannya. Yah, Yusuf harus yakin itu. Yusuf harus camkan itu. Bunga juga pasti tidak senang, bila saya sakit gara-gara rindu. Sahut Yusuf dalam hatinya untuk menyakinkan dirinya.

Kring-kring-kring….bunyi telpon rumah itu mengagetkan seisi rumah,. Lantas tak biasanya ada yang menelopon di atas jam 10 malam.

Hallo, Salamat malam, di sini dengan Ibunda Yusril, kalua boleh tahu ini dengan siapa yah? Jawab Sang ibunda dalam nada kesal bercampur cemas. Yah tak seperti biasanya telephone itu berdering diatas jama 10 malam. Kalimat “Hallo, Salamat malam (sesuai waktu), di sini dengan Ibunda Yusril, kalua boleh tahu ini dengan siapa yah?” semacam pasrword yang harus diikuti oleh semua orang dalam rumah itu saat ada yang telfon, Yusril adalah nama ayah Yusuf dan Lesti. Begitupun kalua Yusuf dan Lesti yang mengangkat telephon. Hallo, Salamat malam (sesuai waktu), di sini dengan anak ayahanda Yusril, kalua boleh tahu ini dengan siapa yah?

Baik kita kembali lagi ke telepon. Maaf bunda menggangu, bisa bicara dengan Yusuf. Jawab penelopon misterius itu. Oh, ya akan segara dipanggilkan, tunggu ya?

Sup-sup, ada telepon ni, katanya mau bicara penting. Yah, mah, tunggu, jawab Yusup sambil keluar dari kamar.
Siapa ma? Tanya Yusup
Kayaknya temanmu, sup. Rupanya ada hal penting deh. Tanya Yusup sambil mendekati telpon itu.

Lesti menguping, dari balik lemari.

Hallo selamat malam, di sini dengan Yusuf anak ayahanda Yusril, Kalau boleh tahu ini dengan siapa?

Suf, panggilan akrab oleh teman-temannya, ini dengan Yud.

Selamat malam Yud, ada apa yah, kok tumben,telfon, ada perlu apa Yud.

Yah, maaf Suf, menggagumu. Yah, nggak apa-apa. Jawab Suf dalam nada santun.

Begini Suf, tadi siang aku lewat di kampungnya Bunga. Tapi maaf sebelumnya ya Suf, bukannya saya mau ikut campur urusan cinta kalian berdua.

Yah, nggak apa-apalah Yud, nyatai ajalah. Jawab Yusuf untuk menyakinkan Yud.

Dalam cemas, resah, risau, Yusuf penasaran apa yang Yud ceritakan tetang bunga.

Kenapa dengan Bunga Yud., Yud..Yud, kok diam.
Suf, maaf, saya merasa tidak enak lagi untuk menceritakan ini kepadamu Suf.

Ah, Yud, kita sudah kenal sejak SD, kita sudah berteman sejak lama, masa untuk menceritakan itu saja pake tidak enak segala. Jangan buat saya takut dan penasaran dong. Tandas Yusuf sambil memaksasakan Yud menceritakan

Okelah kalua begitu, tapi janji Ya Suf.
Yah, ia. Yang penting ceritakan.

Lesti yang sedang menguping semakin penasaran.

Begini Suf, tadi sore saya jalan-jalan di kampungnya Bunga. Di sana namamu ramai dibicarakan. Kata mereka, setiap hari kamu menghantar jemput Bunga pergi dan pulang sekolah, lalu kamu membeli beras buat dia, bahkan yang membuat saya tercengang, katanya dalam waktu dekat kamu akan pergi meminangnya sembari membara seekor kerbau.

Suf, halo, Suf. Nah, itukan, tadikan sudah janji, untuk tidak marah.

Halo Yud, saya tidak marah Yud, terimakasih Yud, saya bangga dan kecewa mendengar cerita itu.

Tetapi saat itu, lu bilang apa Yud.
Yah, saya tidak bilang apa-apa. Tapi dalam hati saya katakan, apa benar Yusuf seperti itu. Sementara Yusuf tidak tahu bawa motor, dan belum menceritakan kepada kami kalau dalam waktu dekat ia akan meminang Bunga, bawa kerbau segala lagi. Atau benar memang begitu yah Suf

Waduh, Yud, lu taukan, memang sekarang sejak dua bulan terakhir saya sudah mahir bawa motor, tetapi saya tidak pernah hantar jemput Bunga, apalagi beli beras buatnya.

Oh begitu yah Suf. Tapi kalua meminang benarkah?, kwkkwwk

Waduh, ini orang ni. Sampai saat ini belum ada dalam benak saya soal meminang, apalagi soal bawa kerbau. Uang dari mana Yud?

Yud: kwkwkwk,,yang benar saja Suf. (sahut Yud sambil tertawa)

Yusuf: Ah, biar lu nggak percaya, tetapi saya katakan ini jujur.

Yud : Oh, baik kalau begitu sobat, selamat berpikir tentang Bunga (Sahut Yud)

Yusuf : Baik Yud, terimakasih banyak atas informasi ini, selamat malam dan selamat tidur.

Kenapa kak, tanya Lesti yang pura-pura tahu. Nggak-nggak apa-apa. Jawab Yusuf.

Kak, jangan bohong dengan adik sendiri. Itu tidak baik. Jawab Lesti yang sedang memandang wajah pucat abangnya. Hem, adiku yang termanis dan termanja sejagat, suka cari tau, saya tidak usah menceritakannya kembali, karena adikku yang sok tahu ini sudah menguping pembincaraan saya tadi. Yah kah? Sahut Yusuf dalam nada geram.

Lesti menatap kasihan wajah abangnya yang tiba-tiba murung. Tanpa jawab sekatapun.

Malam semakin berat. Jauh lebih berat dari rindu yang pernah dirasakan sebelumnya. Mengapa jantungku bergerak lebih cepat dari biasanya? Mengapa darahku mengalir sangat cepat lebih dari biasanya? Aduh, Dewa, tolang aku. Mengapa cinta yang baru dibangun meruntuh dalam sekecajap? Mengapa rindu yang kian hari dialami berakhir tangis dihempas seketika?. Yusuf, Yusuf, ,mengapa harus semuanya berakhir begini. Sahut Yusuf sambil menatap yang amat indah Bersama bintang.

Yusuf. Ini adalah sebuah penghinaan. Biarlah rasa cintamu dan kerinduan yang terus melilit hatimu selama ini adalah kenangan yang harus ditulis dalam kisah hidupmu. Yah, itu harus. Guman Yusuf di malam yang pelik itu.
Malam yang pelik. “Biarkan aku sendiri, aku akan mundur dari hadapanmu, karena bukan aku yang diceritakan oleh orang-orang itu. Aku hanyalah sosok pria yang sedang belajar mencintai. Aku melepaskanmu dari rasaku, Bersama bintang-bintang yang bersinar di awan gelap, kulepaskanmu dari ruang rinduku. Selamat tinggal Bunga, biarlah kisah kita menjadi kenangan”
Bunga, aku melepaskanmu dari dekapanku walau hati ini berat. Benar kata Khalir Gibran “Kita berpisah sebelum kita memahami perpisahan, yang sedih dan membuka pikiran, serta merasakan pahitnya kesabaran, juga penderitaan yang melelahkan. Mereka yang tidak dipilih oleh Cinta sebagai pengikutnya tidak akan mendengar ketika cinta memanggil-manggil. Cinta adalah adalah satunya-satunya bunga yang tumbuh mekar tanpa bantuan musim”

Ah, puisi ini membuatku nyaman mala ini, saatnnnnnyaaaaa tidoooooooooooooooor. Lupakah semuanya.

Bunga, bayang-bayangmu sulit kulupakan. Mengapa? Ah, mungkin karena foto itu kali yah. Sambila melihat foto mersa Bunga dan Yusuf yan diletakan di meja belajarnya.
“Oke, mala mini adalah malam terakhirku kumelihat fotomu, Didekapnya foto gadis idamanya, sebagai obat melepaskah rintihan hati bagi pria berkumis tipis itu. Bungaku, dimana kamu? Kumelintasi jalan ini, jalang yang pernah kita tertawa bersama. Jalan ini, mengingatkan aku akan kemesraan yang jalani bersama. Di jalan ini, kita menimakti secangkir kopi secara bersama. Namun kali ini, saat kucicipi kopi di malam gelap ini, kopi kesukaan kita, tak kutemukan lagi manismu, hanya terasa pahit menyapa lidahku, sepahit rasa ini. Malam ini dan hari-hari selanjutnya kita tak lagi saling merindukan. Malam ini, didepanku hanya ada jembatan tinggi. D jembantan ini cinta kita mulai bersemi. Kita pernah berbicara tentang cinta di jembatan ini. Sayang, setingginya jembatan ini, tapi cinta kitalah yang lebih tinggi dibawah Pemilik Cinta. Itulah kalimat yang lahir dari bibir manjamu kala itu. Janganlah engkau menanyakan kabar aku lagi, sebab kisah kita berakhir di jemaban ini. Yusuf, Yusuf, cucuku. Janglah kau lakukan itu ! Mengapa karena cinta engkau mengorban dirimu dijembantan itu? Jangan bertindak seperti itu cucuku! Cucuku, cinta itu panggilan untuk membahagiakan. Bila kamu belum bahagia bersama pilihanmu, janganlah gundah, apalagi meleyapkan diri. Cinta itu adalah romantis, bila belum merasakan hal itu. Bukan karena kamu tidak berhak memilikinya, tetapi belum ada sosok yang memecahkan itu bersamamu. Pulanglah cucuku, mulailah hidup barumu, tanpa bunga yang telah kau lepaskan dari rasamu. Harimu masih panjang. Sahut, sosok yang tak kelihatan itu diatara gelap gulita dijembantan ini”

Baca Juga: Ganda Kempo: Nenek Nunduk Agu Empon

He..lu siapa? Jangan ikut campur urusan orang!, ayo tunjukkan dirimu! Aku ingin melihat sosokmu yang pura-pura perhatian denganku mala ini. Sahut Yusuf menantan sosok yang tak muncul secara fisik itu.

Cucuku, akulah kakekmu. Pulanglah, harimu masih Panjang, jangan lakukan itu. Sahut kakek itu yang senggan tampil secara fisik. Mendengar itu, Yusuf teriah. Kakeek, kakeeeeeeek.

Suara itu didengan oleh seisi rumah. Ibunda yang mendangar suara itu, lari membuka kamar Yusuf. Yusuf, Yusuf, ada apa? Yusuf, Yusuf, Yusssssuuuuuuuuufff, anakku ada apa? Mendengan kepanikan sang ibunda Lesti lari menju kamar kakanya. Ma, ada apa? Ini kakamu, teriak-teriak, membangil kakekmu. Kak, Sup, Kak Sup, ada apa?

Setelah berusaha beberapa kali, Yusufpun sadar dari tidurnya.
Sup, kenapa? Pagi-pagi teriak-teriak panggil almarhum kakek. Maaf mama saya mimpi. Hem, sup, sup kamu ini. Nah aku tahu, ini pasti patah hati ini, pantas pagi ini bangu terlambat. Sahut lesti, Ah, lu lagi. Jawab Yusuf. Lalu, itu foto siapa? Oh, Iiiiiini foto Bunga Les. Jawab Yusus terbatah-terbatah.

Sang ibunda memahami perasaan anaknya. Sup, jangan dibondohi oleh cinta. Cinta itu bahagia. Sekalipun putus cinta, harus sanggup menyakinkan dirimu, bahwa belum saatnya cinta sejati berada bersamamu. Sup, harus berani menerima kenyataan. Ketika cinta lebih kuat dari raga, maka rasa ragu dan putus asamu akan pergi.

Kata sang ibunda, seperti vitamin yang membangkitkan tenaga Yusuf.

Bila cinta memenjarakan rindu, Itu bukan liku yang sulit diikuti. Sebab cinta adalah asalamuasalnya.Bila cinta melilit rindu, jangan mengadu pada yang Kuasa, Mengapa saya rindu. Beradulah pada hati. Sebab dari sana muncul semua arti tetang rindu.

Bila cinta belum memihak, bukan karena kalah. Namun kerana yang dicintai, tidak berhak kita miliki. Bila cinta belum sempat menghuni hati, jangan salah mengalahkan diri.Apalagi mengorbankan diri. Kembalikan rasa hampa pada yang Kuasa, biara jalan terbuka. Yang Kuasa memberi kekuatan, asal insan serah diri pada Yang Kuasa, dalam sujud dan syukur, tetang cinta yang pernah ada.

Serahkan pada yang Kuasa, langkah penuh yakin sosok penghuni hati akan mengamari.Sosok selalu hadir, selaras perjuangan, doa pasti terkabul.


Deretan kata ini tertulis rapi dalam buku harian Yusuf, terlukis indah dalam hati, sebagai akhir dari kisah bersama Bunga, dan awal hidup baru. (FH/Voxpnj)

Keterangan:

Ini adalah cerita fiktif, mohan maaf bila ada kesamaan nama tokoh dan cerita. Itu hanya kebetulan.
Jangan Karena Cinta Jangan Karena Cinta Reviewed by www.surya.com on Juni 06, 2018 Rating: 5

2 komentar:

VIEW

Diberdayakan oleh Blogger.