Sebelum pembaca budiman membacakan sajak-sajak yang berjudul NKRI, ijinkanlah saya membeca sedikit kutipan pidato Ir. Soekarno pada 72 tahun yang lalu, tepatnya 1 Juni 1945.
***
NKRI
Bukan asal pilih
Bukan asal ditetapkan
NKRI
Nama itu dipilih untuk menyebutkan, kita kaya akan pulau
kita kaya akan suku, agama dan RAS.
Kekayaan itu selalu, dan selalu ada hanya karena BHINEKA TUNGGAL IKA.
Pertahankan !!!
[caption id="attachment_665" align="aligncenter" width="621"]
Ilustrasi: http://jurnalintelijen.net[/caption]
Terkait: Lirik-Lirik Bocah Yang Dicintai Alam
NKRI
Nama itu bukan asal ditetapkan.
Nama itu ditetapkan di atas pedihnya melawan penjajah.
Nama itu, ditetapkan, dituliskan di atas keringat-keringat darah para pejuang.
Nama itu, ditetapkan di atas cita-cita luhur para pahlawan negeri.
NKRI
Nama itu, dipilih dan ditetapkan untuk menyatukan rasa diantara seribu pulau.
Rasa untuk membebaskan sesama.
Rasa untuk saling memajukan pertiwi
Rasa untuk saling mengamalkan cinta di negeri Merah Putih
NKRI
Ikatan rasa cinta diantara perbedaan suku, agama, ras
Entah Pancasila, Bhineka Tunggal Ika, UUD 1945, NKRI adalah atribut semua insan dibawah kibaran Merah putih.
Terkait: SASTRA| Cinta dalam Segelas Kopi (Part 1-2)
Wahai negriku, NKRI
Dalam sadar kubersyukur kita kaya akan perbedaan suku, agama dan ras.
Walau kita beda dari semua itu, tetap darah kita merah, kaki kita tetap dua, tangan kita tetap dua, mata kita tetap dua, dan telinga kita tetap dua.
Walau kita beda dari semua itu, tetap Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika, NKRI adalah darah pertiwi. Idonesia.
Walau kita beda, tetap Merah Putih bendera kita.
Walau kita berbeda, kita tetap satu dalam empat ikatan itu.
Pertahankanlah !!!
Walau kita beda, hendaklah Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika, NKRI
Tetap menjadi kompas diantara perbedaan. Pertahankan !!!
Walau banyak jalan halus yang memuluskan dinamika perpercahan, kembalilah dan kembalikan seluruk gerak dan detak jantungmu pada kompas bangsa.
Bersykurlah negeriku
Akan seluruh karya dan perjuangan pendahulu negeri ini.
Tertegunlah, dan kembali ke hati nurani. Biarlah hati itu sejuk dibawah sayapGaruda. Biarlah semua hati itu bergerak dalam ikatan NKRI.
Berjalan atas nama Pancasila dalam menebarkan jala persuadaraan, soli dan solidarita.
Biarlah hati itu menghayati karakteristik dalam amal cinta, kasih, dan damai.
Dari sudut negeri ini, dibawah kibaran Sang Merah Putih.
Ada tanya yang muncul disetiap langkah
Mengapa kita harus saling membeci?
Mengapa kita selalu menyibukan diri untuk menciptakan permusuhan?
Bukankah kita mengakui Pertiwi yang sama, yakni Idonesia
Bukankah kita memiliki bahasa permersatu yang sama, Bahasa Indonesia
Bukankah kita memiliki deretan nama pahlawan yang sama
Bukankah kita memiliki idiologi yang sama, Pancasila.
Tak ada gunanya kita saling memusuhi, apalagi setia dalam kebencian, larut dalam kegalauan karena kegaduhan yang tanpa batas.
Bukankah kita berada di bumi yang sama? Bumi Pertiwi
Menikmati sumber alam yang sama? Dari hasil alam Nusantara
Berada di bawah langit yang sama? Langit NKRI
Disinari oleh mentari yang sama?
Diterangi oleh rembulan dengan sejuta bintang yang sama, dikala mentari beralih?
Lalu apa yang kita perdebatkan? Apa yang kita cari?
Bukankah semua yang kita cari, akan kita peroleh bila semunya kondusif, bila semuanya saling dan selalu mendukung. Bila semuanya berjalan di atas pilar bangsa.
Ingatlah, sumua insan diciptakan dengan kekhasan dan potensi masing-masing. Itulah kekayaan bangsa kita, kekayaan potensi yang terdapat disetiap insan.
Terkait: Permata Itu Telah Pergi
Bila sehari saling membeci
Katakanlah dalam langkah terakhirmu sebelum matahari terbenam
Biarlah kebencian ini terkubur bersama terbenamnya sang mentari.
Bangkitlah bersama sang fajar, menerbitkan sendi-sendi persahabatan dan kekeluargaan, menaburkan semangat demi menggapai cita-cita luhur negeri.
Bersama fajar dan embun di pagi hari turut meneduhkan rasa dan prasaan diantara kita.
Dari sudut negeri.
Kukatupkan tangan.
Sembari menghadirkan semua kisah para leluhur negeriku
Kuselalu menuliskan semua karya nenek moyangku, yang berjuang tanpa pamrih,
berjuang tanpa alas kaki,
berjuang dengan sejuta cinta dan cita-cita,
berjuang dengan keringat-keringat darah.
Semuanya untuk mendapatkan kata, bebas.
Sejak mereh putih dikibarkan pertama kali bumi Pertiwi, Indonesia. Semua anak bangsa berharap dan terus mengepalkan tangan untuk selalu bebas.
Bebas dari segala bentuk gerakkan sosial yang menyimpang dari Pancasila
Bebas dari segala macam sekat-sekat sosial yang berpaling dari amanat UUD 1945
Bebas dari segala macam gerakkan halus yang berseberangan dengan misi Bhineka Tuhnggal Ika.
Wahai negeriku, marilah melangkah dalam amat luhur Pancasila
Hendaklah setiap sila dinyatakan dalam setiap langkah.
Biarlah sila pertama menjadi nilai dan dasar gerakkan spiritual dari semua keyakinan.
Biarlah sila kedua menjadi dasar gerakkan intelektual. Sebab bangsa yang pintar berjalan berdasarkan idiologinya.
Biarlah sila ketiga mejadi dasar dalam mewujudkan persatuan diantara perbedaan.
Biarlah sila keempat dan kelima memandu semua insan negeri dalam berjuang mewujudkan amanat bangsa. Bangsa yang cerdas adalah bangsa menjadikan empat pilar sebagai pedoman dalam membangun bangsa (bdk. Roza, dkk. 2015:30).
Wahai negriku.
Pertahankanlah Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika, NKRI.
Itu adalah kompas bangsa yang terus ada di negeri ini.
Biarlah UUD I945 terus menyatu dalam darah semua anak bangsa.
Biarlah kita, dan anak-anak yang lahir dari rahim setiap generasi tetap menyebut nama yang sama, NKRI
Biarlah kita, dan seluruh keturunan di negeri ini tetap menyebutkan kata Pancasila dengan bunyi sila dan jumlah sila yang tetap.
Biarlah kita, dan seluruh anak bangsa dari musim ke musim tetap setia dalam perbedaan, menyatu dalam Bhineka Tunggal Ika, membentang tali persaudaraan di bumi Nusantara, bertahan dalam ikatan NKRI.
Karena semunaya untuk mewujudkan kata MERDEKA.
Merdeka !!!
Merdeka !!!
Merdeka !!!
“Aku bukan pencipta Pancasila, Pancasila diciptakan oleh bangsa Indonesia sendiri. Aku hanya menggali Pancasila dari buminya bangsa Indosia, Pancasila terbenam di bumi bangsa Indonesia 350 tahun lamanya. Aku menggali kembali dan aku sembahkan Pancasila ini di atas persada bangsa Indonesia kembali…dan aku melihat di dalam kalbunya bangsa Indonesia itu ada hidup lima prasaan..di hadapan sidang inilah buat pertama kali saya formulasikan apa yang kita kenal sekarang, yakni Pancasila” ( Roza, dkk. 2015: 18)
***
SAJAK-SAJAK NKRI
NKRI
Bukan asal pilih
Bukan asal ditetapkan
NKRI
Nama itu dipilih untuk menyebutkan, kita kaya akan pulau
kita kaya akan suku, agama dan RAS.
Kekayaan itu selalu, dan selalu ada hanya karena BHINEKA TUNGGAL IKA.
Pertahankan !!!
[caption id="attachment_665" align="aligncenter" width="621"]

Terkait: Lirik-Lirik Bocah Yang Dicintai Alam
NKRI
Nama itu bukan asal ditetapkan.
Nama itu ditetapkan di atas pedihnya melawan penjajah.
Nama itu, ditetapkan, dituliskan di atas keringat-keringat darah para pejuang.
Nama itu, ditetapkan di atas cita-cita luhur para pahlawan negeri.
NKRI
Nama itu, dipilih dan ditetapkan untuk menyatukan rasa diantara seribu pulau.
Rasa untuk membebaskan sesama.
Rasa untuk saling memajukan pertiwi
Rasa untuk saling mengamalkan cinta di negeri Merah Putih
NKRI
Ikatan rasa cinta diantara perbedaan suku, agama, ras
Entah Pancasila, Bhineka Tunggal Ika, UUD 1945, NKRI adalah atribut semua insan dibawah kibaran Merah putih.
Terkait: SASTRA| Cinta dalam Segelas Kopi (Part 1-2)
Wahai negriku, NKRI
Dalam sadar kubersyukur kita kaya akan perbedaan suku, agama dan ras.
Walau kita beda dari semua itu, tetap darah kita merah, kaki kita tetap dua, tangan kita tetap dua, mata kita tetap dua, dan telinga kita tetap dua.
Walau kita beda dari semua itu, tetap Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika, NKRI adalah darah pertiwi. Idonesia.
Walau kita beda, tetap Merah Putih bendera kita.
Walau kita berbeda, kita tetap satu dalam empat ikatan itu.
Pertahankanlah !!!
Walau kita beda, hendaklah Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika, NKRI
Tetap menjadi kompas diantara perbedaan. Pertahankan !!!
Walau banyak jalan halus yang memuluskan dinamika perpercahan, kembalilah dan kembalikan seluruk gerak dan detak jantungmu pada kompas bangsa.
Bersykurlah negeriku
Akan seluruh karya dan perjuangan pendahulu negeri ini.
Tertegunlah, dan kembali ke hati nurani. Biarlah hati itu sejuk dibawah sayapGaruda. Biarlah semua hati itu bergerak dalam ikatan NKRI.
Berjalan atas nama Pancasila dalam menebarkan jala persuadaraan, soli dan solidarita.
Biarlah hati itu menghayati karakteristik dalam amal cinta, kasih, dan damai.
Dari sudut negeri ini, dibawah kibaran Sang Merah Putih.
Ada tanya yang muncul disetiap langkah
Mengapa kita harus saling membeci?
Mengapa kita selalu menyibukan diri untuk menciptakan permusuhan?
Bukankah kita mengakui Pertiwi yang sama, yakni Idonesia
Bukankah kita memiliki bahasa permersatu yang sama, Bahasa Indonesia
Bukankah kita memiliki deretan nama pahlawan yang sama
Bukankah kita memiliki idiologi yang sama, Pancasila.
Tak ada gunanya kita saling memusuhi, apalagi setia dalam kebencian, larut dalam kegalauan karena kegaduhan yang tanpa batas.
Bukankah kita berada di bumi yang sama? Bumi Pertiwi
Menikmati sumber alam yang sama? Dari hasil alam Nusantara
Berada di bawah langit yang sama? Langit NKRI
Disinari oleh mentari yang sama?
Diterangi oleh rembulan dengan sejuta bintang yang sama, dikala mentari beralih?
Lalu apa yang kita perdebatkan? Apa yang kita cari?
Bukankah semua yang kita cari, akan kita peroleh bila semunya kondusif, bila semuanya saling dan selalu mendukung. Bila semuanya berjalan di atas pilar bangsa.
Ingatlah, sumua insan diciptakan dengan kekhasan dan potensi masing-masing. Itulah kekayaan bangsa kita, kekayaan potensi yang terdapat disetiap insan.
Terkait: Permata Itu Telah Pergi
Bila sehari saling membeci
Katakanlah dalam langkah terakhirmu sebelum matahari terbenam
Biarlah kebencian ini terkubur bersama terbenamnya sang mentari.
Bangkitlah bersama sang fajar, menerbitkan sendi-sendi persahabatan dan kekeluargaan, menaburkan semangat demi menggapai cita-cita luhur negeri.
Bersama fajar dan embun di pagi hari turut meneduhkan rasa dan prasaan diantara kita.
Dari sudut negeri.
Kukatupkan tangan.
Sembari menghadirkan semua kisah para leluhur negeriku
Kuselalu menuliskan semua karya nenek moyangku, yang berjuang tanpa pamrih,
berjuang tanpa alas kaki,
berjuang dengan sejuta cinta dan cita-cita,
berjuang dengan keringat-keringat darah.
Semuanya untuk mendapatkan kata, bebas.
Sejak mereh putih dikibarkan pertama kali bumi Pertiwi, Indonesia. Semua anak bangsa berharap dan terus mengepalkan tangan untuk selalu bebas.
Bebas dari segala bentuk gerakkan sosial yang menyimpang dari Pancasila
Bebas dari segala macam sekat-sekat sosial yang berpaling dari amanat UUD 1945
Bebas dari segala macam gerakkan halus yang berseberangan dengan misi Bhineka Tuhnggal Ika.
Wahai negeriku, marilah melangkah dalam amat luhur Pancasila
Hendaklah setiap sila dinyatakan dalam setiap langkah.
Biarlah sila pertama menjadi nilai dan dasar gerakkan spiritual dari semua keyakinan.
Biarlah sila kedua menjadi dasar gerakkan intelektual. Sebab bangsa yang pintar berjalan berdasarkan idiologinya.
Biarlah sila ketiga mejadi dasar dalam mewujudkan persatuan diantara perbedaan.
Biarlah sila keempat dan kelima memandu semua insan negeri dalam berjuang mewujudkan amanat bangsa. Bangsa yang cerdas adalah bangsa menjadikan empat pilar sebagai pedoman dalam membangun bangsa (bdk. Roza, dkk. 2015:30).
Wahai negriku.
Pertahankanlah Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika, NKRI.
Itu adalah kompas bangsa yang terus ada di negeri ini.
Biarlah UUD I945 terus menyatu dalam darah semua anak bangsa.
Biarlah kita, dan anak-anak yang lahir dari rahim setiap generasi tetap menyebut nama yang sama, NKRI
Biarlah kita, dan seluruh keturunan di negeri ini tetap menyebutkan kata Pancasila dengan bunyi sila dan jumlah sila yang tetap.
Biarlah kita, dan seluruh anak bangsa dari musim ke musim tetap setia dalam perbedaan, menyatu dalam Bhineka Tunggal Ika, membentang tali persaudaraan di bumi Nusantara, bertahan dalam ikatan NKRI.
Karena semunaya untuk mewujudkan kata MERDEKA.
Merdeka !!!
Merdeka !!!
Merdeka !!!
(Oleh: FH/Hatham/rojoklodok.wordpress.com)
SAJAK-SAJAK NKRI
Reviewed by www.surya.com
on
November 06, 2017
Rating:
Tidak ada komentar: