LETANGMEDIA

Aku Diselamatkan Oleh Gerobak dan Darahnya

Aku Diselamatkan Oleh Gerobak dan Darahnya


rojoklodok.wordpress.com-Tertatih-tatih langkahnya menyusuri kehidupan yang amat pelik. Kadang terjatuh oleh pedisnya kata-kata yang bersumber dari orang-orang di sekelingnya. Kadang pasrah oleh ragamnya cercaan, tetapi itu bukan pilihannya. Bahkan kaki dan lengannya disemangakan oleh rentetan kata yang tak bersahabat. Semangatnya selalu memuncak saat cibiran selalu mengintip setiap sisi hidunya.

Kadang  menangis oleh rintihan suara mohon pertolongan dari orang-orang yang ia temui. Ia, menangis melihat mereka yang menantikan pertolongan. Ia, menangis saat dirinya tidak memiliki apa-apa untuk membantu yang lain, yang sedang membutuhkan bantuan.   Ia, dikuatkan, oleh olahan pikirkaranya. “aku tak usah malu dan pasrah, karena masih ada orang yang lebih menderita dariku” Tuhanku, kumohon Kuatkanlah kami semua yang sedang menderita. Doanya dalam hati.

[caption id="attachment_779" align="alignnone" width="300"]wp-image-1201382358 Sumber Gambar: http://1.bp.obligasi.com.[/caption]

Rengus adalah nama bapak yang dikarunia empat anak itu setelah 10 tahun menikah denagan Reges, gadis yang berparas cantik dan amat menawan.

Hatinya semakin teriris (Rengus) saat melihat seorang remaja yang menangis pucat karena beberapa hari tidak makan dan tidak dapat memperoleh air untuk melepaskan dahaga. Raganya terlihat lemas, wajahnya pucat. Rengus yang hari-harinya berdagang buah-buahan, mengambil sebagian dari rejekinya yang Ia kumpulkan selama seminggu, lalu diberikannya kepada remaja itu untuk membeli sebungkus nasi dan segelas air. Remaja itu, menangis terharu melihat ketulusan bapak itu. Dalam kebanggaannya, remaja itu menghapiri warung yang tidak jauh dari tempat itu.

Baca Juga: Pengabdian

Tampa ada beban, Rengus kembali berjalan sambil mendorong gerobaknya. Kaki dan lengan seakan bisu, tak kenal nyeri apalagi lemas.  Dalam teriknya mentari, dari sudut jalan yang ia lalui terdengar isak tangis seorang Ibu yang memohon bantuan.

Hatinya terpanggil untuk mendekati ibu itu, ternyata ibu yang mengendarai sepeda Motor itu menabrak trotoar. Kakinya tertusuk beton, darah terus mengalir dari lukanya. Entah kenapa saat itu, jalan sangat sepih dilalui kendaraan. Rengus cemas, melihat darah dari kaki ibu itu, suara triakan yang tadinya terdengar kencang, kini semakin tak didengar. Walau demikian dalam lemas dan lemah ibu itu terus berusaha bersuara semampunya. Kurang lebih 30 menit, Rengus menunngu kendaraan untuk mengatar ibu tersebut ke Rumah Sakit terdekat.  Karena keadaan ibu itu semakin dikwatirkan, tak berpikir panjang ia menurunkan buah-buahan dari gerobaknya yang tidak laku terjual, lalu mengantar ibu tersebut ke Rumah Sakit menggunakan Gerobak. Rengus, mendorong gerobaknya lebih cepat dari biasanya, agar nyawa ibu itu terselamatkan. Darah terus mengalir dari lukanya membasahi gerobak itu.

Kurang lebih satu jam, mereka sudah sampai di pintu Rumah Sakit, dengan cepat dan tepat pedagang buat itu memanggil Prawat. Dengan capat pula para perawat mengambil tandu dan mengantarkannya ke ruang perawatan.  Karena darah yang keluar begitu banyak, tubuh ibu itu lamas, dan akhirnya pinsan.  Tak lama kemudian seorang prawat keluar dari ruang perawatan dan menghampiri bapak yang menghantar pasien itu ke Rumah Sakit, lalu perawat itu bertanya.

“Maaf bapak, apakah bapak suaminya atau keluarganya? Tanya perawat itu. Dengan perasaan malu, Rengus menjawab ” maaf ibu, saya bukan keluarganya apalagi suaminya” Saya hanya pedagang buah, yang kebetulan melintasi jalan tempat pasien itu kecelakaan. Lanjut Rengus. ” Apakah bapak, memiliki nomor keluarganya atau suaminya” Tanya perawat itu lagi. Tidak ada bu. Jawab Rengus. ” Oh, ya, ini ibu, ini tas milik pasien tadi, mungkin ada handphone di dalamnya” Sambil menyerahkan tas itu kepada Prawat itu.

Baca Juga: Jatung Pisang dan semangat Obsequium

Prawat itu dengan cepat membuka tas tersebut. “Ada handphonenya bu?” tanya Rengus dalam cemas kepada prawat yang sedang membuka tas itu. “Oh yah, ada Pak” Jawab prawat itu sambil mengambilnya dari tas.

Tidak lama kemudian, keluar lagi seorang prawat dari ruangan perawatan tadi, dan kembali menanyakan hal yang sama “Maaf Pak, apakah bapak suami pasien tadi? Keadaannya semakin gawat, dia butuh donor darah. Wajah Rengus mendadak pucat “Aduh gawat ini” gumannya dalam hati. Bukan ibu, saya hanya pedagang. Jawabannya. Sementara prawat yang pertama menyakan hal itu, terus berusaha membuka kode pengaman HP milik pasien itu untuk mendapatkan nomor kontak kaluarga atau suaminya.

Memangnya butuh gologan darah apa bu, mungkin saya bisa bantu? Tanya Regus. Dia golongan darah B Pak. Jawab Prawat yang sedang membatu temanya utuk mendapatkan nomor kontak dalam HP milik pasien itu. “Baiklah kalu begitu ibu, saya golongan dara B, saya siap donor, biar cuma satu kantong, sambil menunggu suaminya atau keluarganya. Jawab Rengus, menyakinkan prawat itu.

*****

Rengus dan Prawat itu menuju Ruangan Transfusi Darah. Setelah donor selesai, Rengus keluar Rungan, dan menghampiri Prawat yang sedang berusaha mendapatkan nomor kontak keluarga Pasien. ” Bagaimana bu, apakah sudah dapat nomornya? Tanya pria itu. Belum Pak, jawab prawat itu, sambil mencari petunjuk lain. Didapatkannya sebuah dompet yang berisi uang sebanyak Rp 20.0000.000, di saku dompet itu ada Kartu ATM dan KTP milik pasien itu. “Pak, ini ada dompet yang berisi uang, dan KTP, di KTP ini, alamatnya sekitar 30 menit dari sini. Kata Prawat itu sambil menunjukkan alamat itu kepada Pak Rengus.

“Oh, ya, saya tahu alamat itu, kebetulan saya sering jualan buah- buahan ke sana, kalau begitu saya akan ke alamat ini” kata Rengus. “Syukur kalau begitu pak, tolong hantarkan tas dan dompet ini kepada suaminya” Lanjut Prawat itu. Dengan tangan gemetar dan cemas, Rengus menerima tas dan dompet itu, lalu pergi meninggalkan Prawat itu, dan menuju alamat yang ada di KTP itu.

Tidak lama kemudian, Rengus sudah sampai.

“Selamat sore Pak”Sapa Rengus sambil mengetuk pintu. “Selamat Sore Juga”, Sambut Pak Roes Sambil membuka Pintu. “Maaf, kami tidak  melayani bantuan, ataupun pembantu, sudah, pergi sana!” Dengan Rendah hati, Rengus berkata “maaf pak, saya tidak sedang mencari bantuan atau pekerjaan” Apakah bapak, Suaminya Ibu Ting? Tanya Rengus, yang tidak sanggup menatap wajah pria yang berdiri di depannya. “Lho, kamu siapa? Braninya kamu menyebutkan nama istriku secara tidak sopan” Sahut Roes dengan nada yang sedikit tinggi. “Maaf Pak, saya hanya orang kecil, saya pedagang buah, yang menghantar istri bapak ke Rumah Sakit karena Kecelakaan” Jawab Rengus. ” Apa? Kecelakaan?, Kata Roes dalam nada kaget. Ya Pak, sebaiknya bapak, ke Rumah Sakit sekarang, dan ini tas milik ibu Ting tadi” jawab Rengus sambil pamit.

*****

Tidak lama kemudian, sebuah mobil Fortuner parkir rapi di area parkir Rumah Sakit itu. Raes melihatnya dari sudat Rumah Sakit itu sambil membersihkan darah di Grobakya.

Bu, pasien yang namanya ibu Ting di Ruangan Mana? Tanya Pria berdasi itu kepada petugas di ruang lobi. ” oh, dia di Rungan 2 Pak, Ruang Gawat Darurat” Jawab petugas itu.

Dengan buru-buru Roes mendapatkan ruang rawat istrinya. Sesampainya di Ruangan Perawatan, ia melihat kondisi istrinya yang masih lemas, tapi sedikit-demi sedikit bisa menjawab pertanyaan suaminya dan prawat yang setia menjaganya sejak tadi pagi masih ada disitu.

“Sayang kamu kenapa, kok tiba-tiba begini? Mengapa kamu tidak menghubungi saya? Siapa yang menolongmu dan membawau ke sini” tanya Roes kepada Istrinya yang terbaring lesu.”  A….a….aku dibawa oleh sesorang ke sini menggunakan guerro….bak” Sahut Ting berusaha menjawab suaminya. “Apa? Kamu diantar pakai gerobak? Kurang ajar, siapa yang berani membawamu dengan gerobak? Kalau keadaan kamu semakin parah, bagaimana? Saya harus mencari orang itu, dan harus diberi pelajaran! Keterlaluan. Protesnya dalam Ruangan itu.

Sementara Rengus, merasa legah, melihat keadaan Ibu Ting yang sedikit pulih, dari balik jendela. Karena hari semakin Sore, Rengus kembali ke Rumah.

“Terlalu braninya dia membawamu dengan gerobak, harus diberi pelajaran itu orang” Nada marah Roes semakin menjadi-jadi saat istrinya Ting tak menjawab.

“Maaf pak, mestinya bapak bersyukur, ada orang yang menolong istri bapak” Sahut prawat yang sedang mengantikan infus istrinya.

“Kalau tadi terlambat satu jam, nyawa istri bapak tidak tertolong” lanjut prawat itu. Mendengar kalimat Prawat itu, Roes terdiam, dan tak pernah bersuara sebelum istrinya bersuara.

“Dari tadi siang, kami berusaha mencari nomor yang bisa dihubungi, dan sebelumnya kami tidak bermaksud lancang, karena keadaan istri bapak tadi semakin mengkwatirkan, akhirnya kami memutuskan untuk membuka tas milik ibu Ting, didalamnya kami temukan HP, tatapi pakai kode pengaman, sehingga kesulitan bagi kami untuk menghubungi keluarga dan bapak untuk memperoleh pendonor” Sahut Prawat itu. “Yah, syukur, ditengah kepanikan kami, akhirnya kami mendapat pendonor. Pendonor itu adalah orang yang membawanya ke Sini, setelah donor, saya mendapatkan dompet dan KTP. Oleh orang yang sama pula, mengantarkan tas dan dompet yang berisi uang serta mendapatkan keluarga Pasien berdasarkan alamat yang ada di KTP. Pak, susah dapatkan orang yang tulus menolong, dan bapak harus bersyukur dengan hal itu” lanjut perawat itu sambil membersihkan luka istrinya.

Mendengar kesaksian dari prawat itu, pak Roes seakan  ingin menangis, atau bagai es yang cair dalam dingin, saat mengingat tingkahnya kepada bapak tadi saat menemuinya di Rumahnya.

“Saya di diselamatkan oleh gerobak dan darah Orang itu” kata istrinya.

*****

Hari sudah gelap. Rengus sudah sampai di Rumahnya. “Lho tumben, hari ini buah-buahan semua laku terjual” Sahut Istrinya sambil menyuguhkan segelas teh hangat.

“Ma, panggilan mesra Rengus kepada Istrinya”  Maafkan saya, Kata Rengus kepada Istrinya sambil memegang segelas teh. ” Kenapa pa”? Kok tiba-tiba minta maaf, saya rasa tidak ada salah” Sambung istrinya.

“Hari ini saya hanya jualan sampai jam 09.00 saja, lalu sebagain uang yang dapat selama satu mingu ini saya berikan kepada seseorang” Sambung Rengus dalam nada sedikit ketakutan.

“Lalu buah-buahan yang lain mana? Kalau jualannya sampai jam 09.00, atau semuanya laris sebelum jam 09.00?” tanya istrinya penasaran.

“Ma, saat saya berjualan, di sudut jalan itu, kuprihatin melihat sosok remaja yang lemas, pucat dan bibirnya amat kering, ternyata dia seharian tidak makan dan tidak mendapatkan air untuk minum, yah, walau kita sangat membutuhkan uang, tatapi saya berpikir, saat itu, remaja itu yang sangat membutuhkannya, akhirnya kuambil sebagian uang yang kita butuhkan diberikan kepada remaja itu untuk membeli makan dan air”  Rengus menceritakan, menyakinkan istrinya yang hari-harinya berjualan kue keliling komplek.

“Setelah itu, saya kembali mendorong gerobak, tiba-tiba dari sudut jalan, ada suara tangis memohon pertolongan, aku mendekati suara itu, ternyata itu adalah seorang ibu, yang seumuran dengan kamu, Ibu itu kecelakaan motor, dia menabrak trotoar dan kakinya tertususuk beton, darahnya terus mengalir dari lukanya. Aku panik, dan tumben selama itu tidak ada orang yang lewat di situ selain saya dan ibu itu, mobilpun tak ada. Sekitar sejam saya berdiri disitu, menunggu mobil yang lewat untuk membawa ibu itu kerumah sakit. Hasilnya nihil. Sementara keadaan ibu itu semakin mengkhawatirkan, mukanya semakin pucat. Yah, akhirnya, saya menurunkan semua buah-buahan itu, lalu kuantar ibu tersebut ke Rumah Sakit menggunakan Gerobak, darahnya terus mengalir sampai di rumah sakit” Mendengar cerita itu, istrinya tak tahan menangis, air mata membasahi pipi. Renggus, kaget melihat reaksi istrinya, “Ma, mengapa kamu menangis? Maafkan jika saya salah? Tanya Rengus dalam keraguan.

“Pa, aku terharu dan salut dengan kamu, kamu sungguh luar bisa, uang dan buah-buahan itu tidak ada artinya bila anak dan ibu itu kehilangan nyawanya. Biar sedikit yang bisa kita bantu, yang penting ikhlas. Aku salut dengan kamu” Sahut Istrinya sambil memeluk pundak suaminya. “Tak perlu minta maaf lah Pa” kata istrinya sambil memegang pundak suaminya.

“Lalu bagaimana keadaan ibu itu? ” Tanya istrinya. ” Yah, puji Tuhan, dia sudah agak membaik. Setelah saya merelakan diri untuk donor darah, kebetulan golongan darahnya sama dengan saya. Dan sekarang ibu itu sedang dijaga oleh suaminya” istrinya menganggukan kepala mendukung tindakannya suaminya.

****

Hari-hari berikutnya Rengus melanjutkan aktivitasnya. Anak-anaknya sudah masuk sekolah. Walau pemasukan pas-pasan, namun memiliki semangat yang tinggi dalam mendukung anak-anak untuk memperoleh pendidikan. Anak sulungnya masuk perguruan Tinggi anak keduanya kelas 2 SMA, anak Ketiga Kelas 3 SMP, dan anak bungsunya kelas 4 SD. Sebelum pergi sekolah mereka membantu ibu menjual kue di keliling komplek, dan sepulang sekolah mereka membantu Ayah menjual buah-buahan hasil dari kebun kecil mereka.

***

Setahun kemudian, ada yang aneh menurutnya (Rengus), karena setiap hari jualannya laku habis terjual sebelum pukul 15.00 termasuk jualan anak-anaknya. Kemudian yang membeli, semakin banyak, bahkan ada yang pesan, karena tidak kedapatan bagian.

Lalu, tibalah hari yang mencengangkan, sebuah mobil mewah tiba-tiba menghalanginya.

Dari mobil itu, sesorang sosok pria yang sangat asing di kota itu, turun dan mendekati pendorong grobak itu. “Ini siapa yah, kayaknya baru lihat?” Tanya Rengus dalam hatinya.

Selamat Pagi Pak, sapa pria itu. Selamat Pagi juga pak, jawab Rengus dalam kecanggungan. “Maaf pak, bisa Nggak, besok Pagi bapak hantar buahan-buahan dan kue di kantor, bos kami sedang membutuhkannya” Dengan senang hati bapak itu menjawab, bisa Pak. “Baik pak, sampai jumpa besok pagi, bawa banyak-banyak pak. Kata pria itu sambil menyerahkan kartu alamat kantornya.

Pagi itu, PAK Rengus membawa buah-buahan dan istrinya membawa kue. Sesampainya di kantor itu, pria yang ia temui di jalan kemarin menyapanya dengan hangat, ” selamat pagi pak, ibu” dengan segan mereka berdua kompak ” selamat pagi juga pak” “Oh, yah, bapak dan ibu, pimpinan kami ingin bertemu dengan Anda berdua, mari saya antar ke ruangannya” Kata pria itu sambil menyakinkan mereka berdua. “Aduh, jangan pak, kami hanya orang kecil, pakian kami tidak sopan dan tidak layak untuk menemui pimpinan bapak” jawab Rengus yang didampingi istrinya. “Tidak apa-apa Pak, kan dia yang panggil” Sambung pria itu , menyakinkan mereka berdua, sambil mengantar mereka berdua ke Ruangan pimpinan.

“Baik Pak, ini ruangannya, saya sampai di sini saja, Pimpinan kami sudah menunggu bapak dan ibu dari tadi” Rengus dan istrinya hanya bisa menganggukan kepala.

“Selamat Pagi Pak” Sahut Rengus sambil mengetuk pintu. ” Mari Pak, silahkan masuk” Jawab pimpinan itu. Mereka pun membuka pintu lalu masuk ke Ruangannya dengan penuh kecanggungan dan seribu tanya.

Baca Juga: Waktu: Hening Sepi

“Mari Pak, ibu, silahkan duduk” Sapa pimpinan itu dalam ramah.  “Oh,ya Pak, Bapak ini penjual buah- buahan, dan ibu penjual kue?” Tanya pimpinan itu. “Ya, pak” jawab Pasangan itu. ” Bisakah kami menjadi langganan tetap, ibu  membawa kue  setiap pagi, dan bapak membawa buah-buahan setiap hari Sabtu di kantor saya” Permintaan Pimpinan itu, berharap disetujui. “Dengan senang hati Pak” Jawab mereka dalam senyum.

“Baiklah kalau begitu Pak, kami akan selalu menunggu” Jawab pimpinan itu, Sambil menyerahkan amplop yang berisi uang untuk membayar buah-buahan dan kue yang telah dihatar hari itu.

Mereka pun pamit pulang, dengan bangga. Sesampainya di Rumah, ternyata ada dua orang yang audah lama menunggu mereka. Dari luar pintu, terdengar canda dan tawa mereka yang ramah dengan anak-anaknya.

“Selamat siang” Sapa istri Rengus. Pak, ibu, ini kedua orangtua saya,  kata anaknya yang sedang duduk di bangku SMA. “Oh, ya, selamat ibu, bapak” Sambung ibu dan bapak yang setia menunggu, sambil salaman. “Maaf Pak, ibu, menunggu terlalu lama” Sambung Rengus.

“Baik pak, kami lansung saja, kami dengar bapak adalah penjual bauh-buahan” Tanya bapak yang berjas itu. ” Yah, Pak, penjual kecil, hasil dari kebun yang kecil juga” Sambung Rengus dengan sedikit malu. “Baik pak, tidak apa-apa, apakah bapak bisa menghantarkan kami setiap hari buah-buahan tersebut” Sambung pria itu yang disetujui oleh istrinya dengan manganggukan kepala. ” Oh, bisa sekali Pak” Jawab Rengus. ” Baik kalau begitu Pak, kami senang mendengarnya, dan ini alamat prusahan kami, kata direktur perusahaan ternama di kota itu sambil menyerahkan kartu alamat kantor. ” Dan ini uang DP awalnya Pak, sambil menyerahkan amplop” kata istri direktur itu yang merangkap bendahara di Perusahaan itu. Setelah dijamu dengan segelas teh, mereka pamit pulang.

****

Satu persatu amplop tersebut dibuka oleh istrinya dan didampingi oleh Rangus. Kaget dan terharu, saat mebuka amplop pertama, karena selain uang yang jumlahnya melebihi harga kue dan buah-buahan itu, di dalam amplop itu ada secarik kertas yang bertuliskan “Sudah lama aku ingin bertemu dengan keluarga bapak dan ibu, setelah saya makan di Warung itu beberapa tahun lalu, aku mencari bapak, untuk mengucapkan terima kasih kedua kalinya setelah menerima uang dari bapak untuk membelikan aku sebungkus nasi dan segelas air. Betapa bangganya hari ini, saya bisa kembali melihat bapak. Trimakasih bapak, Trimakasih bapak, karena Bapak, saya bisa ada di sini”

Air mata dari keduanya seakan mengalir dengan sendirinya, saat membuka amplop kedua yang bertuliskan “Bapak dan ibu yang terkasih, ini bukan balas budi dariku, tetapi memohon kesediaan bapak untuk membukakan aku  pintu maaf atas tingkah dan pransangka burukku beberapa tahun lalu, saat Bapak menyelamatkan nyawa istriku. Oleh darah dan gerobak bapak, istriku selamat dari kecelakaan itu”

****

Hari baru dan keadaan baru sudah mulai. Keluarga Rengus pelan-pelang merangkak, mereka tidak hanya berkomunikasi sebagai pedagang dan pelanggan buah dan kue, tetapi sebagai keluarga dan persahabatan. Usaha Rengus berkembang, dari kebun kecil, kini memiliki kebun buah-buahan yang amat luas. Gerobak yang dulunya menemani jualannya berubah menjadi mobil. Begitupun istrinya. Dulunya hanya perjual kue komplek, kina memiliki warung yang besar.  Walau demikian, keluarga Renges tetap bersikap seperti biasa, dari sikap tak ada yang berubah.(FH//rojoklodok.wordpress.com)

Catatan: kisah ini hanya Fiktif, mohon maaf bila ada kisah dan tokoh yang sama, itu hanya kebetulan.

Sumber Gambar: http://1.bp.obligasi.com.
Aku Diselamatkan Oleh Gerobak dan Darahnya Aku Diselamatkan Oleh Gerobak dan Darahnya Reviewed by www.surya.com on Desember 05, 2017 Rating: 5

3 komentar:

  1. https://vxpn.wordpress.com/2017/10/21/waktu-hening-sepi/

    BalasHapus
  2. […] Baca Juga: Aku Diselamatkan Oleh Gerobak dan Darahnya […]

    BalasHapus
  3. […] Baca Juga: Aku Diselamatkan Oleh Gerobak dan Darahnya […]

    BalasHapus

VIEW

Diberdayakan oleh Blogger.